kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.791   -57,00   -0,36%
  • IDX 7.505   -68,76   -0,91%
  • KOMPAS100 1.157   -12,64   -1,08%
  • LQ45 913   -8,80   -0,96%
  • ISSI 228   -2,59   -1,12%
  • IDX30 469   -4,51   -0,95%
  • IDXHIDIV20 564   -3,86   -0,68%
  • IDX80 132   -1,34   -1,01%
  • IDXV30 139   -1,60   -1,13%
  • IDXQ30 156   -1,23   -0,78%

Ekonom Kritik Pemerintah Soal Beban Masyarakat Kelas Menengah


Minggu, 28 Juli 2024 / 19:28 WIB
Ekonom Kritik Pemerintah Soal Beban Masyarakat Kelas Menengah
ILUSTRASI. Ekonom menilai beban masyarakat kelas menengah semakin berat dan lambatnya kenaikan pendapatan.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban yang dipikul masyarakat kelas menengah diperkirakan bakal semakin berat. Sebab, inflasi pangan melonjak tinggi namun kenaikan pendapatan terbilang lambat. Kondisi ini dinilai bisa membuat kalangan masyarakat kelas menengah bergeser ke masyarakat kelas rentan hingga miskin.

"Kenaikan pendapatan itu sangat lambat, lebih lambat dibandingkan dengan biaya hidup. Kalau kita lihat biaya hidup yang dicerminkan dari inflasi, sebetulnya inflasinya masih relatif rendah untuk inflasi umum. Tapi yang inflasi pangan itu tinggi, yang lebih banyak berpengaruh terhadap income itu inflasi pangan," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal kepada Kontan, Minggu (28/7).

Perlu diketahui, pada 2023 proporsi kelas menengah pada struktur penduduk Indonesia tercatat sebesar 17,44%, angka tersebut turun 4% poin bila dibandingkan dengan level pra pandemic yakni mencapai 21,45% pada 2019. Sementara masyarakat kelas aspiring middle class (AMC) pada tahun 2023 tercatat sebanyak 49,47% atau meningkat dari jumlah masyarakat AMC yang sebanyak 48,20% pada tahun 2019.

Baca Juga: Konsultan Pajak: Target Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Sulit Tercapai Tahun Ini

Faisal menjelaskan kondisi ini juga membuat disposable income masyarakat semakin berkurang hingga saat ini, meskipun pandemi sudah terlewati beberapa tahun lalu.

Ia mengkritik bahwa pemerintah belum maksimal dalam mendorong multiplier effect perekonomian dalam negeri paska pandemi. Salah satunya terlihat dari sebagian masyarakat yang sebelum pandemi bekerja di sektor formal, namun sekarang beralih pekerjaan di sektor informal. 

"Dan yang kembali bekerja ke sektor formal masih belum sepenuhnya. Kalau kita lihat orang yang kerja full time, persentase menurun. Yang meningkat itu yang bekerja paruh waktu dan setengah menganggur," ujarnya.

Artinya, dari sisi pendapatan itu juga kan relatif lebih terbatas dibandingkan masyarakat yang bekerja full time. "Nah mereka yang bekerja pun dari sisi rata-rata upah peningkatannya rendah. Jadi ini memengaruhi juga kondisi banyak masyarakat. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan terobosan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang formal dan punya tingkat upah tinggi," tutupnya.

Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan capacity building, dan memperluas kesempatan pasar termasuk bagi pelaku usaha domestik dan UMKM. Kemudian, pemerintah juga tidak hanya mendorong investasi besar tetapi juga investasi menengah dan bawah juga perlu diperhatikan.

Di samping itu, pemerintah juga tak boleh membuat kesenjangan antar kelompok masyarakat semakin melebar. 

Selain itu, pemberian insentif juga perlu tepat sasaran. Insentif yang diberikan pemerintah harus menyasar program prioritas yang sifatnya padat karya, menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak.

"Dan lapangan pekerjaan yang lebih cocok bagi masyarakat kelas menengah ke bawah," tutupnya.

Baca Juga: Beban Kelas Menengah Makin Banyak, Perekonomian Bisa Tersulut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media


TERBARU

[X]
×