Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada Akhir April 2022 sebesar US$ 135,7 miliar. Angka ini turun 0,33% jika dibandingkan pada posisi akhir Maret 2022 sebesar US$ 139,1 miliar.
Penurunan yang mencapai US$ 3,4 miliar itu disebabkan oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, neraca transaksi keuangan pada tahun 2022 akan menghadapi beberapa penurunan risiko yang mungkin membayangi potensi arus masuknya di tengah pemulihan ekonomi.
“Risiko itu termasuk memperburuk gangguan rantai pasok dan tekanan inflasi akibat perang Rusia-Ukraina, yang berpotensi mengakibatkan normalisasi moneter global yang lebih cepat dan lebih hawkish daripada yang diantisipasi,” tulis Faisal dalam laporannya, Jumat (13/5).
Menurutnya, hal tersebut dapat memicu sentimen pelarian ke kualitas atau risk-off di pasar portofolio Indonesia, khususnya di pasar SBN.
Baca Juga: BI Perkirakan Inflasi Mei Lebih Rendah dari April, Ini Pendorongnya
Kabar baiknya kata Faisal, datang dari investasi langsung yang berpotensi tetap mencatat surplus karena berinvestasi di sektor pertambangan dan perkebunan pada saat ini menjadi menguntungkan.
“Secara keseluruhan, kami memperkirakan cadangan devisa bisa mencapai sekitar US$ 140 miliar – US$ 147 miliar pada akhir tahun 2022,” kata Faisal.
Lebih lanjut, ia mengatakan, meningkatnya ketidakpastian di sektor eksternal Indonesia sepanjang percepatan pemulihan ekonomi domestik, surplus neraca barang pada neraca transaksi berjalan pada tahun ini diperkirakan akan menyusut karena impor akan mengejar ekspor.
“Bahan baku dan barang modal menyumbang sekitar 90% dari total impor, menunjukkan bahwa pemulihan investasi dan kegiatan produksi akan memacu permintaan barang-barang impor tersebut,” kata Faisal.
Namun, adanya perang Rusia-Ukraina telah memperpanjang tren kenaikan harga komoditas. Sehingga hal ini akan mendukung ekspor dan menjaga suplus barang cukup lama mengingat ekspor utama Indonesia adalah batu bara dan Crude Palm Oil (CPO).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News