Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Mandiri meyakini pergerakan inflasi di sisa tahun 2022 masih akan tinggi. Pergerakan ini tak lepas dari tekanan inflasi yang datang dari peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September 2022.
“Inflasi akan masih tinggi di sisa tahun 2022, akan bergerak di atas 6% secara tahunan,” jelas Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman kepada Kontan.co.id, Senin (3/10).
Peningkatan harga BBM memang akan mendorong inflasi dari sisi suplai (cost-push inflation). Bila menilik dari sisi komponen, kenaikan harga BBM mendorong inflasi sisi harga diatur pemerintah (administered price).
Baca Juga: Inflasi Tinggi, Ini Hal-hal yang Bisa Anda Lakukan Untuk Menjaga Keuangan
Nah, inflasi administered price ini merupakan inflasi putaran pertama (first round impact). Namun, dampak inflasinya tak akan berhenti di sini saja, tetapi akan berlanjut ke dampak lanjutan (second round impact) ke harga-harga barang dan jasa.
“Bila menilik pernyataan Badan Pusat Statistik (BPS), dampak kenaikan harga BBM akan lebih terasa karena belum semua kota sudah menerapkan penyesuaian harga ke tarif transportasi. Dengan demikian, masih ada tekanan inflasi di beberapa bulan ke depan,” jelas Faisal.
Nah, selain inflasi dari sisi suplai, Faisal juga melihat inflasi dari sisi permintaan (demand-pull inflation) juga meningkat. Apalagi, seiring relaksasi PPKM yang meningkatkan mobilitas masyarakat. Ini akan berpengaruh pada inflasi inti.
Dengan kondisi ini, Faisal memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2022 akan berada di level 6,27% secara tahunan. Karena hal tersebut, ia meyakini BI masih memiliki ruang untuk mengerek suku bunga acuan hingga ke level 5,00% pada akhir tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News