CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Ekonom Ini Ingatkan Ketentuan Burden Sharing BI di RUU P2SK Berisiko


Minggu, 11 Desember 2022 / 19:40 WIB
Ekonom Ini Ingatkan Ketentuan Burden Sharing BI di RUU P2SK Berisiko


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) tingga menunggu pengesahan DPR. Salah satu ketetuan dalam belied tersebut memberi mandat bagi Bank Indonesia (BI) untuk membeli surat berharga negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana saat terjadi krisis.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, langkah BI ini nanti bisa menimbulkan moral hazard.

Ia menyarankan langkah yang sering disebut burden sharing ini, baiknya, dicabut dari RUU tersebut. “Konteks burden sharing hanya bersifat temporer. Kalau diatur dalam UU, akan ada semacam moral hazard untuk melanjutkan cetak uang oleh BI,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (9/12).

Bhima menuding, pemerintah menetapkan ini karena khawatir akan tekanan suku bunga terhadap beban utang pemerintah di tahun 2023.

Baca Juga: Dewan Komisioner OJK Bakal Ditambah, Ini Alasannya

Seperti kita ketahui, tekanan perekonomian masih tinggi pada tahun depan akibat ketidakpastian global. Salah satunya, juga karena kenaikan suku bunga acuan di berbagai negara.

Dengan adanya burden sharing BI terus-terusan ini, Bhima khawatir disiplin fiskal menjadi melorot. Pasalnya, saat defisit melebar ada juru selamat pemerintah, yaitu BI yang menjadi pembeli SBN di pasar primer.

Selain itu, Bhima memandang pendanaan APBN juga tidak sejalan dengan agenda BI dalam pengendalian inflasi.

“Cetak utang justru bisa menimbulkan kenaikan uang beredar yang memicu inflasi lebih tinggi. Ada risiko inflasi dari burden sharing,” jelasnya.

Daripada melakukan ini, Bhima pun menyarankan pemerintah lebih bijak dalam berbelanja. Dengan demikian, ada ruang fiskal cukup bagi pemerintah untuk siaga dalam menghadapi krisis.

Pemerintah juga bisa melakukan negosiasi kembali dengan kreditur terkait beban pinjaman, melalui skema penangguhan utang atau debt service suspension initiative (DSSI).

“Ruang fiskal akan tercipta ketika beban bunga utang bisa ditunda, atau bahkan ada debt cancellation (penghapusan utang),” tandas Bhima.

Baca Juga: RUU P2SK: BI Harus Siap Jadi Juru Selamat Anggaran Negara Saat Terjadi Krisis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×