Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan likuiditas rupiah bagi perbankan, Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan operasi pasar terbuka yang ekspansif. Operasi pasar terbuka tersebut dalam bentuk melalui lelang term repo dan forex swap jual secara reguler.
Jadwal lelang bahkan sudah ditetapkan dalam enam bulan ke depan, yaitu 21 Maret sampai dengan 19 September 2019. Rencananya, lelang akan dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam seminggu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah menilai, langkah BI melakukan OPT ekspansif merupakan langkah yang benar dan perlu diapresiasi.
"Ini dapat mengatasi persoalan likuiditas yang dialami perbankan saat ini dan persoalan pasar keuangan yang lainnya juga," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Senin (11/3).
OPT ekspansif, menurut Piter, juga merupakan kebijakan yang terbilang langka dilakukan BI dalam beberapa tahun terakhir. Selama ini, BI lebih sering melakukan operasi pasar yang sifatnya kontrasi alias menyerap likuiditas rupiah dari perbankan.
Injeksi likuiditas rupiah tampaknya memang dibutuhkan perbankan saat ini. Sebab, laju pertumbuhan kredit tidak diimbangi dengan laju perolehan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan.
Tahun lalu, kredit mencatat pertumbuhan 11,75% year-on-year (yoy). Sementara, pertumbuhan DPK hanya sebesar 6,5% yoy. Alhasil, rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) melonjak hingga 94,04%.
Di sisi lain, Piter menilai pertumbuhan kredit industri perbankan Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Mengacu pada pertumbuhan kredit di sejumlah negara, menurutnya laju pertumbuhan kredit yang ideal berada di atas 20% seperti yang pernah dikecap sebelum 2014 silam.
"Pertumbuhan kredit mengalami tantangan dari sisi demand maupun supply. Demand kredit rendah karena ekonomi juga tumbuh stagnan, sedangkan supply sulit karena bank mengalami kesulitan likuiditas," pungkasnya.
Oleh karena itu, diperlukan bauran kebijakan yang tepat terutama dari sisi moneter untuk mengatasi persoalan ini. Operasi pasar terbuka yang bersifat ekspansif menjadi salah satunya, meski Piter mengatakan, nantinya perlu dievaluasi kembali apakah secara net BI sudah benar-benar melakukan operasi moneter yang ekspansif mengingat instrumen operasi BI yang cukup banyak.
Kebijakan BI menjaga likuiditas perbankan diharapkan dapat memacu pertumbuhan kredit tetap terjaga di tahun ini, setidaknya dalam target BI dan OJK yakni 10% - 12%. Pertumbuhan kredit yang stabil, selanjutnya akan mendorong aktivitas investasi dan konsumsi yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski Piter tetap berpandangan, target pertumbuhan kredit 10%-12% itu masih terlalu kecil. Sebab, dengan pertumbuhan kredit 11,75% tahun lalu, konsumsi dan investasi hanya tumbuh masing-masing di kisaran 5% dan 6%.
Keduanya hanya mampu membawa ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh tak sampai 5,2% di 2018. "Maka itu butuh kebijakan, baik fiskal dan moneter, yang sesuai. Kalau kebijakan kontraktif, pertumbuhan kredit dan ekonomi akan sulit naik tinggi. Pertumbuhan kredit dan ekonomi punya korelasi saling mempengaruhi," tandas Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News