kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,56   -6,79   -0.73%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Celios Minta Pemerintah Kuatkan Fundamental Ekonomi Agar Tak Jadi Pasien IMF


Minggu, 16 Oktober 2022 / 20:50 WIB
Ekonom Celios Minta Pemerintah Kuatkan Fundamental Ekonomi Agar Tak Jadi Pasien IMF
ILUSTRASI. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang awal tahun 2023, ancaman resesi ekonomi global bakal menghantam banyak negara. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan ada 28 negara yang sedang mengantre untuk meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi perekonomian sangat dinamis, sehingga perlu penguatan fundamental ekonomi agar indonesia tidak masuk jadi ‘pasien’ IMF.

Pengukuran fundamental ekonomi tersebut diantaranya didasarkan pada, pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang cukup baik pada kuartal ke II 2022 yakni, 5,44% year on year (YoY).

Meski begitu, menurutnya Pemeirntah perlu mengejar ketertinggalan, karena pesaing di wilayah Asean seperti Vietnam dan Filipina masing-masing mencatatkan pertumbuhan 7,7% dan 7,4% pada kuartal yang sama.

Baca Juga: Hadapi Resesi Global, Surplus Neraca Dagang Indonesia Diramal Menyusut

“Pada saat resesi ekonomi terjadi, pelaku usaha termasuk sektor manufaktur akan mencari lokasi basis produksi di negara yang mampu berikan pertumbuhan tinggi,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (16/10).

Kedua, cadangan devisa Indonesia sampai September 2022 sebesar US$ 130,8 miliar, masih relatif tinggi meski ada koreksi. Akan tetapi, dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), maka rasio cadangan devisa sebesar 8,4%. Berdasarkan data tersebut, Bhima mengatakan perlu adanya dorongan  agar kemampuan dalam intervensi stabilitas kurs rupiah semakin baik.

Ketiga, perlindungan sosial terhadap PDB baru mencapai 2,5% pada 2023 mendatang. Sementara dibutuhkan setidaknya 4-5% rasio anggaran perlindungan sosial untuk menahan lonjakan angka kemiskinan baru akibat resesi dan inflasi.

Keempat, dibidang pangan peringkat Indonesia dalam Global Food Security Index tahun 2022 menempatkan Indonesia diposisi ke 63 dunia jauh lebih rendah dibanding Turki, Vietnam bahkan Rusia.

Menurut Bhima, kerentanan pangan perlu dijawab dengan peningkatan alokasi subsidi pupuk, memastikan pangan lokal mampu mengurangi ketergantungan impor, dan bantuan pembiayaan lebih besar bagi petani tanaman pangan.

Baca Juga: Hadapi Ancaman Resesi Global Tahun Depan, Ini yang Disiapkan Pemerintah

Adapun, Bhima juga menyarankan agar Pemerintah melakukan percepatan koordinasi kebijakan dalam rangka antisipasi resesi maka sebaiknya dibentuk paket kebijakan khusus.

Kebijakan tersebut di antaranya, relaksasi pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 8%, penambahan alokasi dana perlinsos, bantuan subsidi bunga lebih besar bagi umkm, subsidi uang muka ditambah untuk properti, hingga subsidi upah bagi pekerja sektor informal.

“Sejauh ini antisipasi resesi masih fragmentasi tidak dalam satu koordinasi misalnya dana kompensasi kenaikan BBM, padahal masalahnya bukan soal inflasi karena BBM. Waktu tidak banyak sehingga secepatnya bentuk tim koordinasi paket kebijakan resesi,” imbuh Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×