Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .
Josua menyebut pemerintah mesti berkaca pada pengalaman pelebaran CAD pada tahun 2018 yang membuat rupiah amat tertekan. Tahun lalu secara keseluruhan tahun ( full year) CAD mencapai US$ 31 miliar atau setara dengan 2,98% dari PDB.
Baca Juga: Rupiah kembali menguat di bawah Rp 14.000 per dolar AS
Imbasnya, cadangan devisa pun rentan. Tambah lagi, sentimen negatif dari eksternal seperti krisis Argentina dan Turki semakin memperburuk kepercayaan pelaku pasar saat itu.
Meski begitu, upaya pemerintah memperkuat industri dan investasi manufaktur harus tetap berlanjut untuk menekan impor dan mendorong ekspor pada jangka menengah panjang. Dengan begitu, ke depan peningkatan pertumbuhan ekonomi tak lagi mesti berhadapan dengan risiko pelebaran CAD seperti yang selama ini terjadi.
Tahun depan, pemerintah ingin terus mendorong investasi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi. Josua memperingatkan agar pemerintah mampu menjaga agar upaya ini tak berdampak pada melonjaknya impor yang kemudian bakal memperlebar lagi CAD.
“Salah satunya melalui kebijakan fiskal yang dapat memberi insentif pada investasi berkonten lokal yang tinggi misalnya,” tutur Josua.
Baca Juga: Tensi perang dagang AS-China mereda, IHSG diprediksi menguat
Di sisa dua bulan menuju akhir tahun ini, Josua memproyeksi posisi cadev tetap stabil bahkan berpotensi meningkat. Perkiraannya cadev akan berada pada posisi US$ 125 miliar sampai US$ 128 miliar di akhir 2019 di tengah prospek kurs rupiah yang kuat dan CAD yang terkendali pada kisaran 2,5%-3% dari PDB sesuai proyeksi BI.
“Meski peningkatan cadev juga tidak mungkin terlalu tajam karena pemerintah kelihatannya tidak akan menerbitkan global bond lagi. Tanda-tanda prefunding untuk anggaran tahun depan juga belum terlihat,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News