kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,45   0,83%
  • KOMPAS100 1.107   11,93   1,09%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   1,25   0,57%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,59   1,05%
  • IDX80 127   1,36   1,08%
  • IDXV30 135   0,76   0,57%
  • IDXQ30 149   1,76   1,20%

Ekonom: Bila Harga BBM Tak Naik, Anggaran Subsidi dan Kompensasi Bisa Naik Rp 198 T


Senin, 05 September 2022 / 12:14 WIB
Ekonom: Bila Harga BBM Tak Naik, Anggaran Subsidi dan Kompensasi Bisa Naik Rp 198 T
ILUSTRASI. Jika harga BBM tidak naik, anggaran subsidi dan kompensasi makin jebol


Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar bersubsidi, dan Pertamax pada hari Sabtu (3/9) lalu.

Tentu pro dan kontra pun bergaung dari seluruh lapisan masyarakat. Nah, di tengah perang pendapat tersebut, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyebut bila pemerintah tidak menaikkan harga BBM di situasi sekarang, maka beban subsidi energi yang dipikul pemerintah bakal lebih berat.

Menurut hitungan Faisal, bila pemerintah tak menaikkan harga BBM, maka subsidi dan kompensasi energi berisiko akan kembali membengkak sebesar Rp 198 triliun.

Padahal, saat ini pemerintah sudah menganggarkan Rp 502,4 triliun untuk nilai subsidi dan kompensasi energi. Itu pun sudah membengkak Rp 349,9 triliun dari anggaran awal yang hanya Rp 152,1 triliun.

“Anggaran subsidi dan kompensasi energi berisiko akan kembali membesar sebesar Rp 198 triliun jika tidak ada penyesuaian harga BBM dengan kondisi berlanjutnya kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs Rupiah,” tegas Faisal.

Baca Juga: Ekonom: Tambahan Bansos Rp 24,17 Triliun Cukup untuk Jaga Daya Beli Masyarakat

Terlebih, Faisal melihat konsumsi Pertalite dan Solar bersubsidi diperkirakan akan melampaui kuota yang telah ditetapkan.

Adapun harga terkini BBM Pertalite adalah Rp 10.000 per liter atau naik dari Rp 7.650 per liter, kemudian Solar bersubsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, serta Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Dengan kenaikan harga BBM ini, Faisal memandang akan ada peningkatan inflasi. Menurut hitungannya, inflasi pada tahun 2022 akan berada di kisaran 6,27%.

“Kenaikan ketiga jenis BBM tersebut akan memicu naiknya inflasi, baik di putaran pertama (first round impact) atau dampak lanjutan pada inflasi lainnya (second round impact), seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan harga barang dan jasa lainnya,” jelasnya.

Baca Juga: Harga BBM Naik, Inflasi Pangan di Bulan September Bisa Melonjak di Atas 10%

Nah, naiknya inflasi akibat kenaikan harga ketiga jenis BBM ini dipandang bisa menggrus daya beli masyarakat, terlebih konsumsi BBM jenis Pertalite merupakan yang terbesar dalam konsumsi bensin secara total di Indonesia.

Faisal khawatir, ini akan berisiko mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini dan bahkan digadang tetap bisa menjadi penggerak ekonomi pada tahun 2022. Ia pun memperkirakan, naiknya harga BBM akan menggerus pertumbuhan ekonomi sebesar 0,33% poin.

Namun, ia mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan bantalan bagi daya beli masyarakat, yaitu berupa tambahan bantuan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun.

Dengan menimbang hal ini dan melihat kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I-2022 yang berhasil tumbuh 5,23% didukung naiknya mobilitas masyarakat, bantuan sosial pemerintah, dan kinerja ekspor, Faisal masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 tumbuh di kisaran 5%..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×