kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,72   -19,77   -2.14%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Bank Permata: Anggaran stimulus Rp 405 triliun sudah tepat


Rabu, 08 April 2020 / 20:22 WIB
Ekonom Bank Permata: Anggaran stimulus Rp 405 triliun sudah tepat
ILUSTRASI. Seorang melintas di depan videotron tentang pencegahan penyebaran Covid-19 di Sudirman, Jakarta, Rabu (01/04). Pemerintah siap gelontorkan dana untuk menekan dampak penyebaran wabah virus corona senilai Rp 405 triliun.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah siap gelontorkan dana jumbo untuk menekan dampak penyebaran wabah virus corona (Covid-19) senilai Rp 405 triliun. Nah, dana tersebut nantinya akan disalurkan dalam bentuk paket stimulus. 

Sederhananya, dari total paket stimulus itu, sebanyak sebanyak Rp 110 triliun di antaranya akan digelontorkan untuk program social safety net atau jaring pengaman sosial. 

Baca Juga: Walau terhambat Corona, pengembangan infrastruktur kendaraan listrik tetap dipercepat

Di dalamnya juga ada alokasi untuk belanja di sektor kesehatan sebesar Rp 75 triliun serta sebesar Rp 70,1 triliun untuk intensif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat serta. Pun, ada juga bantuan industri dan program pemulihan ekonomi termasuk stabilitas sistem keuangan.

Menurut Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede dana tambahan stimulus ini bila dibandingkan dengan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) pada tahun 1997-1998 memang secara relatif lebih sedikit. Pengingat saja, kala krisis moneter di tahun 1997-1998 negara setidaknya mengeluarkan obligasi rekap dan BLNI senilai Rp 600 triliun untuk membantu sektor perbankan khususnya.

Lebih lanjut, Josua menilai pengeluaran dari pemerintah ini juga mempertimbangkan kestabilan ekonomi di jangka panjang karena dengan pengeluaran yang lebih banyak, tentunya pemerintah harus mencari sumber-sumber pendanaan lain melalui surat berharga negara (SBN) maupun pinjaman bilateral dan multilateral. 

Dengan kondisi volatilitas pasar finansial yang tinggi maupun tingginya pengeluaran negara global lainnya, tentu likuiditas global cenderung terbatas.

Baca Juga: Ramayana Lestari (RALS) masih enggan berkomentar terkait PHK karyawan

Hal ini juga diperparah oleh masih tingginya kepemilikan asing relatif terhadap kepemilikan domestik untuk obligasi pemerintah. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa cukup bijak pemerintah tidak terlalu terburu-buru dalam penambahan pengeluaran sehingga pemerintah pusat cenderung membatasi tambahan stimulusnya di kisaran Rp 405 triliun. 

"Sejak 1998 dan 2008, Bank Indonesia maupun pemerintah pusat mulai belajar terkait penanganan krisis keuangan," kata Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (8/4).

Apalagi, saat ini didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan kondisi saat ini bank-bank cenderung lebih prudent atau kuat. Hal ini terbukti dari rasio permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan yang masih berada di kisaran 22,42% per Februari 2020.

Baca Juga: Indef: Stok pangan bisa terganggu selama pandemi corona

Melihat kondisi seperti itu, Josua memperkirakan belum akan ada kebutuhan untuk bantuan khusus bagi perbankan seperti BLBI. Selain itu, meskipun terjadi tekanan ekonomi di masyarakat, sejauh ini tidak terdapat adanya sinyal kepanikan masyarakat berupa penarikan cash besar-besaran dari masyarakat. 

"Oleh karena itu, ada baiknya otoritas terkait membantu melalui pelonggaran likuiditas dari perbankan saja untuk melewati tekanan dari krisis kesehatan karena Covid-19," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×