Reporter: Nindita Nisditia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan kembali di kisaran Rp 15.000 per dolar AS, bahkan bisa lebih rendah lagi di akhir tahun 2023.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, tendensi pelemahan nilai tukar rupiah saat ini merupakan tekanan di jangka pendek. Andry menyebut, volatilitas yang ada dipengaruhi oleh kondisi negara lain seperti China, serta adanya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan 25 basis point di bulan September nanti.
"Jadi ini yang kemudian menyebabkan pressure yang cukup besar juga di rupiah kita. Namun kalau kita lihat bagaimana view secara overall, kami masih bisa meyakini bahwa sebenarnya ada positive tone buat rupiah sendiri," tutur Andry dalam Media Gathering & Presentasi Macroeconomic Outlook dari Tim Office of Chief Economist Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas, Selasa (22/8).
Andry melihat, perkiraan menguatnya kembali rupiah ditunjukkan dari prediksi berubahnya arah sentimen dolar Amerika Serikat yang tadinya menguat menjadi melemah.
Baca Juga: Neraca Transaksi Berjalan Kuartal II-2023 Defisit, Begini Dampaknya pada Rupiah
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg Consensus, ramalan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tahun 2023 berada di angka Rp 14.700, bahkan akan menguat lagi di tahun depan di angka Rp 14.500 per dolar AS.
"Jadi kalau kita ambil saja bagaimana market consensus, itu masih ekspektasinya rata-rata di bawah Rp 15.000 per dolar AS sampai 2024. Kalau kita bicara saja dari market konsensus di tahun 2023, yang worse-nya itu memang masih berada di bawah Rp 15.500," imbuhnya.
Melihat indikator lainnya, Andry mengatakan Indonesia reaktif lebih baik dibandingkan dengan negara sebaya, maupun negara lain yang juga termasuk di level BBB berdasarkan Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) seperti Italia, Bulgaria, Peru, dan Meksiko.
Misalnya dibandingkan dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), PDB Indonesia berada di angka 5,03% year on year (YoY), lebih tinggi dari rata-rata PDB negara BBB yang sebesar 2,43% YoY.
Dia menambahkan, kinerja positif itu juga terlihat dalam keseimbangan transaksi berjalan dan keseimbangan fiskal, di mana kinerjanya masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara di BBB maupun BBB+.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News