kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Ekonom: Ada empat dampak negatif "Tax Amnesty"


Jumat, 17 Juni 2016 / 19:25 WIB
Ekonom: Ada empat dampak negatif


Sumber: Antara | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Ekonom senior yang juga mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia 1999-2004, Anwar Nasution mengatakan, ada empat pengaruh negatif dari kebijakan "tax amnesty" atau pengampunan pajak.

"Pertama, melemahkan administrasi perpajakan dan mengurangi penerimaan negara dari pajak," kata Anwar dalam diskusi "Tax Amnesty: Pemutihan Pajak dan Skandal Keuangan Terbesar?" di Jakarta, Jumat (17/6).

Menurutnya, investor tidak akan bersedia membeli Surat Utang Negara (SUN) dan sukuk negara tanpa adanya kepercayaan terhadap pemerintah untuk mampu meningkatkan penerimaannya agar dapat melunasi hutangnya tersebut.

Kedua, kata Anwar, semakin memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan akibat dari semakin buruknya rasio gini.

"Ketiga, menimbulkan kecemburuan sosial dan rasial karena adanya persepsi bahwa kelompok non-pribumi yang lebih banyak menikmati pengampunan pajak," tuturnya.

Ia mengatakan usaha kelompok milik non-pribumi itu ada di Indonesia tetapi pendapatan serta keuntungan usahanya lebih banyak diparkir di luar negeri.

"Kelompok ini sekaligus yang lebih banyak namanya tercantum dalam dokumen "Panama Papers" maupun yang menikmati skandal BLBI," ucap Anwar, Terakhir, Anwar menyatakan terkait persepsi bahwa Indonesia merupakan negara gagal karena tidak mampu menegakkan aturan hukum di negaranya sendiri.

"Sementara itu, "Panama Papers" yang menimbulkan gejolak politik di berbagai negara, Indonesia hanya menganggapnya sebagai angin lalu," ujarnya.

Ia menambahkan pengampunan pajak justru menambah kerawanan kesulitan ekonomi dan sekaligus memicu kerawanan sosial.

"Menambah kesulitan ekonomi karena tidak adanya perbaikan sistem fiskal dan peningkatan penerimaan negara dari pajak justru semakin memperlemah ketahanan ekonomi kita yang tengah menghadapi berbagai gejolak eksternal yang tidak dapat kita pengaruhi," kata Anwar yang juga Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu.

Pemerintah memperkirakan wajib pajak yang mendaftar kebijakan pengampunan pajak akan mendeklarasikan asetnya di luar negeri hingga Rp4.000 triliun, dengan kemungkinan dana repatriasi yang masuk mencapai kisaran Rp1.000 triliun dan uang tebusan untuk penerimaan pajak Rp160 triliun.

Menurut rencana, kebijakan pengampunan pajak akan dilaksanakan pada 1 Juli 2016, seusai pembahasan RUU Pengampunan Pajak, yang saat ini berada dalam tahapan rapat panitia kerja (Panja) pemerintah dengan DPR RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×