Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
Selanjutnya dalam klaster Pengenaan Sanksi, dilakukan penataan kembali terkait substansi yang dikenai sanksi pidana dan substansi yang dikenai sanksi administratif. Adapun penataan kembali pengenaan sanksi meliputi hal sebagai berikut.
a. Gudang yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha dikenai sanksi administratif.
b. Produsen atau Importir yang tidak memenuhi ketentuan pendaftaran barang dikenai sanksi administratif.
c. Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan penetapan Barang dan/atau Jasa dikenai sanksi administratif.
d. Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap Barang yang diekspor dikenai sanksi administratif.
e. Importir yang tidak bertanggung jawab atas Barang yang diimpor dikenai sanksi administratif.
f. Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian dikenai sanksi administratif.
g. Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang telah diberlakukan SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi secara wajib, tetapi tidak dilengkapi sertifikat kesesuaian dikenai sanksi administratif.
h. Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang tidak dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian dikenai sanksi administratif.
i. Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar dikenai sanksi administratif.
j. Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran dagang dan peserta pameran dagang yang tidak memenuhi Standar penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam pameran dagang dikenai sanksi administratif.
k. Penghapusan kewenangan PPNS untuk melakukan penyidikan.
l. Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri dikenai sanksi administratif.
m. Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha sebelum melakukan pemenuhan perizinan berusaha sebagaimana dikenai sanksi administratif.
n. Produsen atau Importir yang memperdagangkan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang belum melakukan pendaftaran kepada Menteri dikenai sanksi administratif.
o. Importir yang mengimpor Barang dalam keadaan tidak baru dikenai sanksi administratif.
p. Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi yang telah diberlakukan secara wajib dikenai sanksi administratif.
q. Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi dikenai sanksi administratif.
r. Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri yang tidak mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat dikenai sanksi administratif.
Baca Juga: Kemnaker mendorong serikat buruh beri masukan omnibus law
Lebih lanjut, Agus menambahkan, RUU ini bertujuan untuk mengubah kewenangan untuk mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat, efektif, dan efisien, menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk menunjang iklim investasi, serta mempermudah pengurusan perizinan agar lebih terpadu, efisien, dan efektif.
“Perubahan kewenangan ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan koordinasi antarinstansi terkait, karena telah diatur dalam kebijakan terpadu. Selain itu, adanya perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pengambil kebijakan," kata Agus.
Sebagai informasi, RUU Cipta Kerja sendiri terdiri atas sebelas klaster, yaitu penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, kemudahan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News