Sumber: Kompas.com | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong semua pihak menjaga iklim usaha industri testing, inspection, and certification (TIC). Melalui TIC memastikan, kualitas produk industri dalam aktivitas perekonomian, mendukung inovasi, dan memfasilitasi akses ke pasar global melalui pemenuhan standar internasional.
“Jadi industri TIC memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas dan berdaya saing global,” ujar Deputi Bidang Akreditasi BSN, Wahyu Purbowasito, dikutip dari Kompas.com, Senin (27/10).
Menurutnya, jika tidak sama-sama iklim usaha tersebut maka investasi bakal seret atau lari ke luar negeri. Di sisi lain, good practice governance harus dijaga. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik ini ada kejelasan tugas dan peran dari pihak yang mengeluarkan regulasi, pembinaan, pelaksana dan pengawas sertifikasi. Melalui prinsip ini maka dapat terjaga sistem sertifikasi yang adil, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
BSN menerima pengaduan anggota Perkumpulan Penilai Kesesuaian Seluruh Indonesia alias Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia (ALSI). Hal itu terkait dengan keputusan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang hanya menunjuk Balai Besar Standardisasi milik kementerian untuk melakukan sertifikasi produk impor tertentu.
Kebijakan itu tidak melibatkan lembaga sertifikasi produk (LSPro) swasta. Sedangkan LSPro swasta hanya diberikan porsi kecil untuk melayani sertifikasi produk dalam negeri yang jumlahnya sedikit dan LSPro yang ditunjuk juga termasuk LSPro pemerintah.
Baca Juga: Pemerintah Harus Menyiapkan Standardisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Walhasil, sejak awal tahun 2025, banyak LSPro swasta tidak mendapat proyek sertifikasi lagi sehingga laboratorium mangkrak. mangkra labor laboratoriumnya mangkrak. "Pendapatan kami anjlok hingga 80% dan sudah merumahkan sebagian karyawanm keluh Direktur Eksekutif PT Ceprindo, Dasriel Adnan Noeha.
Biaya untuk membangun laboratorium oleh LSPro sebesar Rp 25 miliar - Rp 50 miliar untuk satu lingkup produk. "Saya meminjam uang ke bank untuk membuat laboratorium senilai Rp 35 miliar. Kini terancam disita bank karena tidak sanggup lagi mencicil utang bank ini,” ujar Dasriel.
Selain Ceprindo, ada puluhan anggota ALSI yang terancam kolaps.“Padahal, peran LSPro swasta selama ini tidak hanya membantu industri, juga mendukung pemerintah dalam memastikan produk yang beredar di pasar memenuhi standar mutu dan keselamatan." Kami khawatir, jika kondisi ini berlanjut, banyak LSPro swasta tidak dapat bertahan lagi,” kata Ketua Umum ALSI, Nyoman Susila.
Wahyu Purbowasito berharap semua pemangku kepentingan tidak mengganggu iklim usaha yang telah berjalan baik dan dunia usaha untuk mencari peluang-peluang baru. Menurut Wahyu, industri TIC yang didukung oleh dunia usaha adalah bagian dari penjaminan mutu produk nasional.
Selanjutnya: Investasi Minim Naker
Menarik Dibaca: Puncak Musim Hujan Wilayah Barat November-Desember 2025, Hujan Sangat Lebat di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













