Reporter: Dani Prasetya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi V DPR mempersilakan pihak yang tidak setuju dengan isi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). DPR menilai, undang-undang tersebut sudah mempertinbangkan secara komprehensif berbagai pemikiran dan masukan.
Anggota Komisi V DPR Abdul Hakim bersikukuh semua materi dan ketentuan dalam undang-undang itu sudah sesuai dengan norma yang berlaku. "Norma atau ketentuan mana yang tidak disetujui? Jika memang ada, judicial review saja ke MK," ujarnya, Senin (25/4).
Undang-undang tersebut itu merupakan amandemen dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Regulasi itu sempat mengalami ganjalan saat menuju pengesahannya pada Januari 2011 karena dinilai tidak mengakomodasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mendapat akses perumahan.
Ada sekitar tujuh pasal dalam undang-undang yang tidak menjamin pemenuhan perumahan layak bagi MBR. Apalagi, alokasi perumahan layak huni yang dimaksud dalam regulasi itu masih sebatas bagi MBR yang memiliki batasan daya beli.
Pakar Perumahan dan Permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menjelaskan, definisi MBR masih dikenali secara sangat sederhana melalui istilah layak atau tidak layak oleh bank. Konsep tersebut yang selama ini dikenal memudahkan bisnis perbankan, pengembang, dan pemerintah. "Sama sekali tidak akan mampu menjangkau kebutuhan riil perumahan rakyat dari kalangan miskin dan tak mampu," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













