Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun menyarankan Pemerintah menunda rencana menaikkan cukai rokok pada bulan mendatang. Kenaikan cukai rokok akan berdampak pada industri hasil tembakau (IHT) nasional.
“Tahun 2006, jumlah IHT berjumlah 4.416. sementara, tahun 2012, IHT tersisa 1.000. banyaknya IHT yang gulung tikar akibat pemerintah tiap tahun naikkan cukai rokok,” katanya dalam keterangan, Selasa (17/3) kemarin.
Menurut politisi Partai Golkar ini, Pemerintah harus mencari alternatif objek cukai baru untuk sumber penerimaan Negara, seperti: cukai untuk minuman berkarbonasi, pengenaan cukai gula, serta bea masuk untuk tembakau. Hal ini supaya ada pemasukan untuk penerimaan bea masuk.
Selama ini, kritik Misbakhun, Pemerintah terkesan tidak kreatif mencari sumber baru penerimaan Negara, sementara yang dikejar hanya cukai rokok.
“Jangan hanya cukai rokok saja yang terus menerus dikejar-kejar oleh Pemerintah untuk dinaikkan tarif cukainya ketika target penerimaan cukai di APBN dinaikkan,” tegas sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR RI ini.
Misbakhun mempertanyakan komitmen Pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi obyek cukai baru. Apakah proyeksi penerimaan cukai ini masih konvensional, hanya mengandalkan cukai IHT? Padahal ada banyak peluang lain untuk mendorong keragaman penerimaan negara dari sisi cukai, tidak semata mata mengandalkan dari cukai hasil tembakau.
“Perlu diversifikasi kebijakan cukai yang harus dibuat oleh pemerintah untuk mendukung pengembangan kebijakan cukai lainnya,” ujarnya.
Direktur Institute for Development of Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, penurunan penerimaan cukai di triwulan I menandakan pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan cukai, utamanya cukai atas rokok. Pasalnya, pemerintah mendapatkan 80% lebih cukai berasal dari industri hasil tembakau alias rokok.
"Dengan tren seperti itu kebijakan cukai hasil dievaluasi total. Konsumsi rokok, kan, inelastis, permintaan tetap tinggi tetapi penerimaan cukai justru turun drastis," tegasnya.
Soal rencana mengenakan cukai ganda dalam kurun waktu satu tahun juga dinilai Enny kurang tepat. Akan lebih baik kebijakan cukai yang ada dievaluasi total karena ada disparitas tinggi antar golongan sehingga memicu moral hazard.
"Pemerintah sah saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai sistem cukai baru tetapi realitasnya penerimaan turun. Masa mau tutup mata terus," kritik Enny.
Menurut dia, kalangan industri termasuk industri hasil tembakau (IHT) ini sudah patuh membayar pajak dan cukai. Namun, pemerintah justru menekan terus dengan kebijakan yang tidak rasional, seperti menaikkan cukai tanpa terlebih dahulu melakukan evaluasi. “Tidak seharusnya pemerintah menaikkan cukai tinggi-tinggi sementara ada masalah dengan daya beli,” tegas Enny.
Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat, jumlah penerimaan bea masuk, cukai dan bea keluar hingga akhir Februari 2015 hanya mencapai 70% dari target. Khusus untuk cukai dari target Rp 24,3 triliun hanya tercapai Rp 17,3 triliun.
Karena itu, Pemerintah berencana akan menaikkan cukai dua kali pada tahun 2015 ini. Gagal capai target cukai itu juga mengundang kritik dari ekonom. Mereka menyatakan, gagalnya pemerintah dalam menggaet cukai sesuai target menunjukkan pemerintah tidak memahami realitas di lapangan. Apalagi, kalau berkaca pada tahun lalu, sejatinya produksi rokok juga menurun.
Dengan tingkat daya beli yang rendah, kenaikan cukai hanya akan memukul industri. Bahkan, fakta menunjukkan, tanpa kenaikan cukai pun industri rokok sudah banyak yang bertumbangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News