Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR RI memutuskan untuk menunda pelaksanaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Alasannya, DPR saat ini juga fokus untuk penanganan wabah virus corona (Covid-19).
"Atas nama ketua dan pimpinan DPR, saya ingin menyampaikan bahwa terkait dengan pembahasan omnibus law Cipta Kerja, untuk klaster ketenagakerjaan, kami meminta kepada Baleg untuk menunda pembahasannya,” kata Ketua DPR, Puan Maharani, Kamis (23/4).
Oleh karena itu, ia meminta kepada Badan Legislatif (Baleg) untuk tidak membahas dahulu materi-materi pada klaster ketenagakerjaan. Sehingga, bisa menunggu aspirasi atau berdiksusi dengan masyarakat terkait dengan klaster ketenagakerjaan.
Lebih lanjut Puan mengatakan, penundaan pembahasan pasal-pasal Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja dilakukan agar DPR Fokus pada fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran pada penanganan pandemic Corona.
Baca Juga: Buruh dan akademisi satu kata menolak RUU Cipta Kerja, dan pembahasan di DPR distop
Puan juga memastikan DPR tetap menjalankan tugas dan fungsinya dengan tetap menjaga protap kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona.
"Jadi semua tugas yang ada di komisi dilakukan dengan protap waspada corona sesuai dengan tata tertib dan tata cara masing-masing. Dalam artian melakukan tugas-tugasnya secara virtual , kerja-kerja terkait penanganan covid-19 tetap dilaksanakan di komisi masing-masing.”
Puan menyatakan, setiap hari komisi-komisi di DPR melakukan rapat-rapat kerja yang dipimpin minimal oleh 2 orang pimpinan komisi.
"Mereka hadir secara fisik di komisi dalam melaksanakan rapat-rapat virtual dengan mitra kerjanya,”terang dia.
Baca Juga: Dinilai merugikan hak rakyat, 92 akademisi menolak RUU Cipta Kerja
Disamping itu, terkait pembahasan Perppu No 1 Tahun 2020, Puan Maharani menyatakan DPR akan mengikuti mekanisme pembahasan yang ada di DPR.
“DPR mempunyai waktu 90 hari setelah Perppu itu diserahkan pemerintah, untuk membahas dan menyatakan sikapnya setuju atau tidak setuju. Ini sudah masuk mekanisme dan apa yang kami lakukan sesuai dengan mekanisme yang ada,” ungkap Puan.
Pada Rabu (23/4), serikat buruh mendatangi Istana Negara untuk menyampaikan kebertannya atas UU Sapu jagat itu. Presiden KSPI, Andi Gani Nena Wea menyampaikan, pihaknya meminta untuk dilibatkan secara aktif dalam pembahasan RUU sapu jagat itu. "Presiden sudah mendengarkan masukan kami. Tinggal meunggu keputsan yang akan diambil," terangnya usai pertemuan, Rabu (22/4).
Kehadiran KSPI ke Isatana merujuk rencana aksi menjelang haru buruh (May Day) pada 1 Mei mendatang. Salah satu tuntunannya adalah mengenai penolakan isi dari RUU Cipta Kerja. Maka dari itu, sebelum melancarkan aksi turun ke jalan, pihaknya menunggu keputusan dari pemerintah untuk melibatkan serikat buruh dalam pembahasan Omnibus law.
Baca Juga: Isu tenaga kerja di RUU Cipta Kerja sebaiknya dibahas belakangan, ini alasannya
Setelah ada keputusan, serikat buruh akan melakukan pernyataan sikap terkait rencana aksi di tengah pandemi virus korona (Covid-19).
Asal tahu saja, dalam rapat paripurna DPR yanag digelar pada 30 Maret lalu, RUU Cipta Kerja berada dijalur paling cepat untuk segera dilakukan pembahasan.
Selain buruh yang menolak RUU Cipta Kerja, 92 kalangan akademisi juga menolak. Sejak Maret 2020 hingga April 2020, petisi online sudah ditandatangani oleh 92 akademisi, tercatat 3 Profesor, 2 diantaranya adalah Guru Besar, 30 Doktor, 57 Magister dan 2 Sarjana. Petisi itu telah diumumkan kepada khalayak publik.
Salah satu Profesor yang menolak, yakni Susi Dwi Harijanti menyampaikan, proses pembentukan Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah melanggar asas keterbukaan karena dilakukan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik.
Bahkan, selama proses perancangan, pemerintah tidak pernah secara terbuka menyampaikan kepada masyarakat, bahkan terkesan sembunyi-sembunyi dan publik baru dapat mengaksesnya setelah RUU tersebut selesai dirancang oleh Pemerintah dan diserahkan kepada DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News