kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

DPR masih beda pandangan soal Perppu Ormas


Selasa, 18 Juli 2017 / 17:41 WIB
DPR masih beda pandangan soal Perppu Ormas


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang pembubaran Organisasi Masyarakat  anti Pancasila masih menimbulkan pro dan kontra dari sejumlah pihak. Dorongan pro maupun kontra tak hanya datang dari kalangan masyarakat. Namun hal ini juga terjadi dalam internal Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI).

Sikap Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait Perppu Ormas juga masih terbelah. Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana menilai  bahwa  Perppu No.2 tahun 2017 tidak berpotensi menimbulkan otoritarianisme atau kesewenang-wenangan oleh pemerintah.

Karena itu, masyarakat yang keberatan dengan Perppu itu masih dipersilakan menggugat atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tak ada kekhawatiran menimbulkan kesewenang-wenangan dengan Perppu Ormas itu. Sebab, dalam era demokrasi ini tak dimungkinkan bersikap otoriter. Toh, masyarakat yang menolak silakan gugat ke MK, dan masih akan diproses di DPR RI,” tegas politisi Hanura itu dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (18/7).

Menurut Dadang, jika masyarakat menilai Perppu itu bertentangan dengan konstitusi, maka silakan melalui langkah konstitusional dengan mengajukan gugatan ke MK . “Jadi, tidak usah mencaci-maki pemerintah, Presiden RI, menteri, atau partai pendukung pemerintah,” ujarnya.

Sejauh itu kata Dadang, DPR masih akan membahas Perppu itu pada masa sidang mendatang setelah reses, sehingga komunikasi akan dilakukan antar fraksi. Hanura sendiri menerima Perppu itu, karena bertujuan menjaga kedaulatan NKRI. “Jadi, Perppu ini untuk kedaulatan negara,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menilai jika soal Ormas itu sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tak ada alasan kegentingan yang memaksa. Untuk itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menolak Perppu tersebut. “Kalau soal Ormas, suku, agama, ras dan antar golongan, penistaan agama dan sebagainya itu sudah diatur dalam KUHP,” tambahnya.

Ia berharap ada pembinaan terhadap Ormas yang dicurigai anti Pancasila. “Jangan sampai tidak pernah dibina, tapi langsung digebuk karena dianggap anti Pancasila. Seperti halnya penutupan telegram akibat membuat terorisme. Untuk itu, kalau Perppu ini disahkan DPR, maka DPR bertanggung jawab,” ungkap politisi PKS itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×