Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam Rancangan APBN (RAPBN) tahun 2020 pemerintah menargetkan rasio pajak (tax ratio) sebesar 11,5%. Target tersebut menuai sejumlah kritik dari fraksi-fraksi DPR RI yang menilai tax ratio Indonesia stagnan.
Lima fraksi yaitu Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PKS menyuarakan pandangan agar pemerintah lebih serius mendorong peningkatan tax ratio. Sebab, capaian tax ratio sejak 2015 berkutat di sekitar 10%-11,5%.
Baca Juga: Sri mulyani: Optimalisasi penerimaan negara akan disertai reformasi perpajakan
Merespons suara fraksi di DPR tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, salah satu tantangan fiskal yang masih dihadapi saat ini ialah terbatasnya ruang fiskal akibat tax ratio Indonesia yang belum optimal.
Namun ia menjelaskan, target penerimaan perpajakan dan tax ratio tahun depan telah mempertimbangkan data historis realisasi perpajakan selama beberapa tahun terakhir, kebijakan pemerintah yang telah dilakukan, kelanjutan reformasi perpajakan, serta kondisi perekonomian saat ini secara global maupun domestik.
“Pemerintah terus berupaya memperluas basis pajak, mencegah kebocoran pemungutan, mereformasi perpajakan, serta mempermudah pelayanan wajib pajak,” ujar Menkeu dalam Rapat Paripurna, Selasa (27/8).
Dalam upaya mencapai tax ratio sebesar 11,5% tahun depan, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berusaha menurunkan kesenjangan pajak (tax gap) baik dari sisi administrasi maupun regulasi.
Baca Juga: Pemerintah akan selesaikan lima pilar utama untuk dorong pertumbuhan manufaktur
Dari sisi administrasi, kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam bentuk perluasan layanan pajak dan pemanfaatan teknologi digital dalam pelayanan pajak. Sementara dari sisi regulasi dengan penyederhanaan aturan dan ketentuan perpajakan.
Sri Mulyani menjelaskan, untuk mencapai tax ratio maksimal dibutuhkan basis kepatuhan pajak yang sifatnya sukarela (voluntary compliance) untuk menghasilkan penerimaan pajak yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, reformasi pelayanan perpajakan menjadi krusial, di samping tetap melanjutkan upaya pengawasan dan penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan (enforced compliance).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News