Reporter: Handoyo | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mengebut revisi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Untuk itu, DPR meminta masukan dari asosiasi yang terkait dengan jasa konstruksi.
Beberapa poin yang menjadi sorotan dalam revisi UU jasa konstruksi tersebut adalah wewenang Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang akan dikurangi utamanya terkait kewenangan sertifikasi. Dalam rencana revisi beleid tersebut, LPJK diusulkan tidak diperbolehkan lagi mengeluarkan sertifikasi bagi perusahaan penyedia jasa konstruksi. LPJK hanya bertugas sebagai pihak pemantau akreditasi dari perusahaan-perusahaan penyedia jasa konstruksi.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Hediyanto W. Husaini mengatakan, langkah ini dilakukan agar terjadi check and balances. "Untuk sertifikasi diterbitkan oleh asosiasi," kata Hediyanto, Senin (20/4).
Disamping itu, dalam revisi UU jasa konstruksi ini,pemerintah akan membentuk sebuah badan yang bertugas menaungi jasa konstruksi. Pasalnya, selama ini masih banyak persoalan di sektor jasa konstrusi diselesaikan secara pidana. Padahal, kasus yang dihadapi para pengusaha terkait dengan telat bayar sehingga tidak sesuai bila dikenakan sangsi pidana.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena mengatakan masih terus menampung masukan-masukan dari berbagai kalangan untuk merampungkan revisi beleid jasa konstruksi. "Kami meminta dalam seminggu ini ada masukan-masukan dari kalangan asosiasi," kata Michael.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News