kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR-ESDM sepakati asumsi ICP 2022, ini kata ekonom soal pengaruhnya ke penerimaan


Minggu, 13 Juni 2021 / 23:05 WIB
DPR-ESDM sepakati asumsi ICP 2022, ini kata ekonom soal pengaruhnya ke penerimaan
ILUSTRASI. Minyak mentah


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyepakati asumsi dasar awal untuk harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) tahun depan.

Di tahun 2022, asumsi dasar ICP yang disepakati sebesar US$ 55 hingga US$ 70 per barel. Asumsi ini lebih tinggi dari usulan di Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2022 yang sebesar US$ 55 hingga US$ 65 per barel.

Dengan melihat asumsi tersebut, Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy melihat adanya potensi pertambahan dari sisi penerimaan negara maupun belanja negara.

Baca Juga: DPR-ESDM sepakati asumsi ICP 2022, ini kata direktur CELIOS

Menurut hitungan Yusuf, bila merujuk dari harga rata-rata minyak di keseluruhan tahun 2020 yang sebesar US$ 40 per barel, artinya asumsi ICP di tahun 2022 yang disepakati tersebut ada peningkatan ISP di kisaran US$ 15 hingga US$ 30 per barel.

Kemudian, merujuk pada sensitivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021, yang mengatakan tiap kenaikan ICP setiap US$ 1 per barel, dapat menyebabkan pendapatan negara naik Rp 4,39 triliun, maka asumsnya pendapatan negara bisa naik di kisaran Rp 67 triliun hingga Rp 130 triliun.

Sementara dari sisi belanja, dalam sensitivitas APBN 2021 dikatakan bila ada peningkatan ICP sebesar US$ 1 per barel, maka ada kenaikan belanja negara di kisaran Rp 3,46 triliun. Sehingga, belanja diperkirakan bisa naik Rp 108 triliun.

“Bila melihat potensi penambahannya, memang potensi penambahan penerimaan lebih besar daripada potensi penambahan belanja. Hal ini selaras dengan rencana pemerintah yang menargetkan defisit anggaran bisa lebih kecil di tahun depan,” ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (13/6).

Namun, Yusuf sadar bahwa harga komoditas khususnya minyak masih sangat bergejolak di tahun depan. Terutama dipengaruhi oleh sentimen geopolitik Timur Tengah dan Global.

Baca Juga: Harga minyak WTI gagal bertahan di level US$ 70 per barel, ini penyebabnya

Selain itu, ada risiko permintaan yang juga masih akan bergantung pada pemulihan ekonomi global. Meski, proyeksinya di tahun depan akan lebih positif, tetapi bayang-bayang Covid-19 masih akan mempengaruhi harga minyak.

Akan tetapi, Yusuf masih melihat bahwa tren penguatan ICP masih terbuka lebar. Pasalnya, optimisme pemulihan ekonomi terlihat lebih besar sehingga permintaan terhadap minyak masih akan relatif baik.

Dengan demikian, ia memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$ 60 hingga US$ 65 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×