Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
“Bila melihat potensi penambahannya, memang potensi penambahan penerimaan lebih besar daripada potensi penambahan belanja. Hal ini selaras dengan rencana pemerintah yang menargetkan defisit anggaran bisa lebih kecil di tahun depan,” ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (13/6).
Namun, Yusuf sadar bahwa harga komoditas khususnya minyak masih sangat bergejolak di tahun depan. Terutama dipengaruhi oleh sentimen geopolitik Timur Tengah dan Global.
Baca Juga: Harga minyak WTI gagal bertahan di level US$ 70 per barel, ini penyebabnya
Selain itu, ada risiko permintaan yang juga masih akan bergantung pada pemulihan ekonomi global. Meski, proyeksinya di tahun depan akan lebih positif, tetapi bayang-bayang Covid-19 masih akan mempengaruhi harga minyak.
Akan tetapi, Yusuf masih melihat bahwa tren penguatan ICP masih terbuka lebar. Pasalnya, optimisme pemulihan ekonomi terlihat lebih besar sehingga permintaan terhadap minyak masih akan relatif baik.
Dengan demikian, ia memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$ 60 hingga US$ 65 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News