Sumber: Bloomberg | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia sedang dalam diskusi untuk merevisi pungutan ekspor minyak sawit untuk meningkatkan eskpor minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia ini.
Sumber-sumber Bloomerg yang mengetahui soal ini menyebut, pungutan maksimum ekspor CPO saat ini sebesar US$ 255 per ton dianggap terlalu tinggi dan mungkin akan dipotong menjadi US$ 175 per ton, yang akan dikenakan ketika harga referensi melebihi US$ 1.000 per ton.
Sementara, retribusi minimum senilai US$ 55 per ton untuk CPO akan dikenakan jika harga referensi ditetapkan sebesar US$ 750 per ton atau kurang.
Baca Juga: Ini rekomendasi saham komoditas usai sejumlah negara lakukan lockdown
Kemudian, untuk setiap kenaikan US$ 50 harga minyak sawit, retribusi untuk produk mentah akan dinaikkan US$20 per ton. Sedangkan tarif untuk produk olahan atau olahan akan naik US$ 16 ton.
"Revisi akan dilakukan setelah menteri keuangan menandatangani rencana itu," bisik sumber Bloomberg. Kemungkinan itu terjadi pada pertengahan Juni.
Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menolak mengomentari soal perubahan pungutan ekspor CPO tersebut. Namun, ia mengatakan, pemerintah meninjau kebijakan bea keluar CPO setiap tiga bulan.
Saat ini, pemerintah Indonesia menetapkan pungutan ekspor CPO sebesar US$ 55 per ton ketika harga referensi mencapai US$ 670 atau kurang. Lalu, pungutan ekspor CPO maksimum ditetapkan sebesar US$ 255 per ton ketika harga referensi melebihi US$ 995 per ton.
Pemotongan pungutan Indonesia akan membuat pengiriman CPO lebih kompetitif dibandingkan dengan Malaysia, membantu Indonesia memperluas ekspor.
Selanjutnya: Apolin berharap pemerintah konsisten jalankan regulasi hilir sawit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News