Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) meminta pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam RUU Kesehatan dibahas secara hati-hati dan mendalam.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, RUU Kesehatan merupakan calon payung hukum yang kompleks karena berisi banyak pengaturan terkait kesehatan.
Sebab itu, pembahasan membutuhkan waktu yang cukup dan melibatkan stakeholder terkait.
"Kami memberikan apresiasi untuk public hearing yang dilakukan, tapi tentu yang kita harapkan yang betul-betul bermakna," ujar Muttaqien dipantau dari Youtube Kementerian Kesehatan, Selasa (14/3).
Dia mengatakan, pembahasan pasal per pasal RUU Kesehatan membutuhkan refleksi, pemahaman, pendalaman, dan diskusi-diskusi dengan stakeholder lainnya. Apalagi terhadap pasal pasal yang mengubah hal terkait tata kelola kesehatan.
Baca Juga: Laman Khusus untuk Tampung Aspirasi Publik dalam RUU Kesehatan
Muttaqien mencontohkan, adanya perubahan pengaturan mengenai BPJS yang berada dibawah kementerian. Baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.
Menurutnya, pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker) saat ini sudah berjalan pada koridor yang tepat.
"Ini mengubah tata kelola yang ada dan kita perlu melihat, menelusuri, apakah tepat misalnya BPJS berada dibawah kementerian, ini pasal yang mungkin perlu kita perdalam dan hati hati," jelas Muttaqien.
Muttaqien mengatakan, apabila ada perbaikan dan/atau kekurangan yang bersifat operasional/teknis diperbaiki tidak di tingkat undang-undang.
"Tapi mungkin di tingkat misalnya di perpres, permenkes atau peraturan operasional lainnya," tutur Muttaqien.
Sementara itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Darmadi Durianto mengatakan, substansi dalam RUU Kesehatan masih mungkin berubah. Sebab, pembahasan masih akan dilakukan oleh Komisi IX DPR dan Kementerian Kesehatan.
Menurut Darmadi, perubahan substansi masih mungkin terjadi dengan mempertimbangkan masukan publik dan/atau stakeholder terkait lainnya. Dia mencontohkan, belum lama ini Ombudsman telah memberikan catatan terkait substansi RUU Kesehatan.
"Terbuka berubah, di Komisi IX DPR nanti dibahas, disitu bisa berubah. Sebelum final masih bisa berubah (substansi/pasal dalam RUU Kesehatan)," ucap Darmadi.
Dihubungi secara terpisah, Ketua umum Asosiasi Analis kebijakan publik Indonesia, Trubus Rahadiansyah mengatakan, adanya masukan maupun catatan publik mestinya bisa merubah substansi pengaturan yang ada dalam draf RUU Kesehatan.
Baca Juga: Berikut 5 Masukan Ombudsman Terhadap RUU Kesehatan
Sebab, dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus melibatkan partisipasi publik secara bermakna.
Trubus meminta pembahasan RUU Kesehatan tidak terburu-buru. Apalagi substansi RUU Kesehatan akan berdampak pada tata kelola sektor kesehatan.
"Omnibus law itu selalu lemah di partisipasi publik. Makanya Public hearing harus dilakukan secara kontinyu. Semua stakeholder terkait diharapkan memberikan masukan," jelas Trubus.
Seperti diketahui, salah satu UU yang akan direvisi dalam RUU Kesehatan adalah UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Salah satu pasal yang diubah dalam RUU Kesehatan adalah pasal 37 UU nomor 24 tahun 2011.
Pasal 37 ayat (1) menyebutkan, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News