Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Penyidik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menjerat penerbit faktur pajak palsu dengan pasal pencucian uang atau money laundring. Semua aset milik pelaku akan disita oleh penyidik.
Direktur Intelijen dan Penyidikan DJP Yuli Kristiyono mengtakan dia sudah menyita aset dua kelompok sindikat penerbit faktur fiktif. Kedua kelompok sebelumnya ditangkap di daerah Tebet, Jakarta Selatan dan Bekasi, Jawa Barat.
Kedua kelompok itu sebelumnya telah menerbitkan faktur pajak sekitar 91 perusahaan fiktif, senilai Rp 691 miliar. Dengan rincian, untuk sindikat di Tebet sebanyak 45 perusahaan senilai Rp 577 miliar dan di Bekasi 46 perusahaan dengan nilai Rp 144 miliar.
Faktur pajak tersebut kemudian digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengurangi kewajiban pajaknya. "Hal itu membuat potensi penerimaan pajak berkurang, negara dirugikan," kata Yuli, Rabu (18/11) di Jakarta.
Nah, untuk membuat jera dan tidak ada lagi yang memalsukan faktur pajak pemerintah menggunakan pasal pencucian uang. Supaya semua aset hasil kejahatan disita oleh negara.
Saat ini berbagai macam aset milik sindikat ini sudah disita oleh penyidik. Sebagai contoh, aset yang disita antara lain sebuah rumah di kawasan tanah kusir dan Bintaro, sejumlah apartemen, kendaraan, rukan, dan tanah.
Penggunaan tudingan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 2010, dengan pidana pajak sebagai pidana asalnya. Surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan juga sudah memuat tudingan tersebut.
Sejumlah tersangka, yang tercantum dalam sprindik tersebut diantaranya berinisial AH, W, Z, Y dan RAS. Mereka diduga menerbitkan faktur pajak palsu untuk kurun waktu antara tahun 2012-2014, dan 2010-2015 untuk sindikat di Tebet.
Hanya saja, dari sejumlah aset yang disita nilainya belum sesuai dengan nilai faktur pajak yang diterbitkan. Artinya penyidik masih memburu aset-aset lain untuk menggenapkan nilainya.
Pengmat pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako mengatakan, pengungkapan ini patut diapresiasi. Namun, yang perlu ditekankan adalah DJP harus bisa mengantisipasi.
Jangan sampai ada faktur pajak fiktif lagi yang beredar. Terkait hal tersebut, maka penggunaan elektronic invioce menjadi salah satu cara yang perlu dioptimalkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News