Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa suram industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus berlanjut. Terbaru, salah satu produsen TPT terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
PN Niaga Semarang juga menyatakan pailit kepada tiga anak usaha Sritex, yakni Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya akibat beban utang yang melebihi aset yang dimiliki. Di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun, saham SRIL telah digembok sejak 18 Mei 2021 atau sudah tiga tahun lima bulan.
Kebangkrutan yang dialami oleh Sritex jelas mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa langkah penyelamatan Sritex bakal dilakukan sesuai dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Dalam hal ini, Prabowo telah memerintahkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex.
Baca Juga: Dinyatakan Pailit, Manajemen Sri Rejeki Isman (Sritex) Minta Dukungan dari Pemerintah
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," kata Agus dalam siaran pers, Jumat (25/10).
Fokus pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan Sritex yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) seiring pailitnya perusahaan tersebut.
Kemnaker juga meminta agar Sritex tidak buru-buru mengambil langkah PHK karyawan sampai adanya keputusan yang pasti dari Mahkamah Agung.
"Kemnaker meminta Sritex dan anak-anak perusahaannya untuk tetap membayarkan hak-hak pekerja terutama upah atau gaji," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri, Jumat (25/10).
Perbaikan regulasi
Kasus pailit yang dialami Sritex menambah panjang daftar perusahaan TPT yang gulung tikar. Sudah ada 52.993 karyawan di industri TPT yang terkena PHK sampai September 2024. Angka PHK yang sesungguhnya lebih besar lantaran tidak semua perusahaan TPT melaporkan peristiwa PHK di tempatnya.
Menperin Agus pun menilai, tekanan yang dihadapi industri TPT semakin berat seiring banjir produk impor di pasar domestik. Hal ini imbas dari regulasi kebijakan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 yang tidak berpihak kepada para pelaku usaha lokal.
Maka itu, Agus telah menyampaikan pesan kepada jajaran Kabinet Merah Putih agar revisi Permendag 8/2024 penting untuk segera dilaksanakan. Bahkan, jika perbaikan tata kelola impor ingin diperbaiki lebih cepat, Agus menyarankan agar aturan kebijakan impor dikembalikan ke Permendag 36/2023.
Baca Juga: Dinyatakan Pailit, Kemnaker Minta Sritex Tak Buru-buru Lakukan PHK
"Ini perlu dikoordinasikan ke Kementerian Perdagangan dan disampaikan ke Presiden dalam waktu dekat," ucap Agus saat konferensi pers, Selasa (22/10).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, upaya pemberantasan impor TPT ilegal akan sulit selama Kemenkeu belum ada niat memperbaiki kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai.
"Harus ada Satgas yang langsung di bawah Presiden, karena kuatnya oknum-oknum pejabat yang menjadi backing importir ilegal," tandas dia, Jumat (25/10).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News