kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Menimbang Pemberlakuan Tarif Pajak Normal Bagi Usaha Wong Cilik di 2025


Kamis, 25 Januari 2024 / 19:51 WIB
Menimbang Pemberlakuan Tarif Pajak Normal Bagi Usaha Wong Cilik di 2025
ILUSTRASI. Pengunjung melihat-lihat produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) unggulan yang dipamerkan di Solo Paragon Mall, Jawa Tengah, Rabu (12/6/2019). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menaikkan target penerimaan perpajakan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp100 miliar dari tahun lalu menjadi Rp5,8 triliun. ANTARA FOTO/Maulana Surya/aww.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

Selain itu, Faisal bilang, pemberlakuan tarif normal ini juga akan menurunkan pendapatan bersih UMKM. serta menipiskan income profit dan bahkan bisa membuat UMKM merugi.

"Artinya, itu malah juga menghalangi UMKM untuk bisa berkembang dan naik kelas," katanya.

Menurutnya, pemberlakuan tarif normal pajak UMKM ini tidak hanya bisa dilihat dari masa penggunaannya saja. Melainkan, harus juga dilihat apakah UMKM tersebut sudah siap untuk dikenakan tarif pajak nomal.

Baca Juga: Siap-Siap! Tarif Pajak UMKM Kembali Normal pada 2025 Untuk Wajib Pajak Ini

"Kalau kemudian pendampingannya berhasil dan kemudian usahanya besar apalagi naik kelas, nah ini baru kemudian kita berbicara masalah pengenaan pajak yang normal," imbuh Faisal.

Senada, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan,pemberlakuan tarif normal memang akan membuat WP OP UMKM merasa terbebani. Untuk itu, WP OP sering diarahkan untuk mengunakan perhitungan sesuai dengan Pasal 14 UU PPh.

"Pembukuan untuk WP OP UMKM memang membebani sehingga compliance cost berpotensi meningkat. Makanya, untuk menggunakan norma, WP OP dapat menyelenggarakan pencatatan," kata Prianto.

Baca Juga: Pengamat: Imbal Hasil Investasi Jauh Lebih Penting Ketimbang Insentif Pajak di IKN

Dengan begitu, Prianto bilang, WP OP cukup mencatat omzet atau peredaran bruto setiap bulan. Sedangkan pencatatan biaya diabaikan lantaran penghasilan neto dihitung berdasarkan NPPN.

Sebagai informasi, apabila pengenaan tarif PPh Final 0,5% telah berakhir, WP wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.

Namun demikian, apabila WP tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar, WP tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Dengan NPPN, WP perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, WP tersebut juga wajib membuat pencatatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×