Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 21 November 2017, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta digugat Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) lantaran menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas Pulau D kepada PT Kapuk Naga Indah (KNI). Gugatan dilayangkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam gugatannya, KSTJ menilai HGB tersebut diterbitkan tanpa adanya Peraturan Daerah tentang Zonasi Pulau, diterbitkan dengan tergesa-gesa, dan pengabaian asas keadilan lantaran HGB diperuntukkan untuk kepentingan bisnis, bukan masyarakat sekitar.
Dalam sidang pada Rabu (31/1) di PTUN Jakarta, BPN Jakarta Utara yang diwakilkan kuasa hukumnya yaitu Haidir Bya memberikan jawaban atas gugatan tersebut.
Melalui jawaban tertulis yang dibacakan Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo, BPN memohon Majelis Hakim untuk menolak gugatan KSTJ.
"Mohon kepada Majelis Hakim untuk menolak atau setidaknya-tidaknya tidak dapat menerima gugatan para penggugat seluruhnya," kata BPN Jakarta dalam jawaban tertulisnya.
Dalam eksepsinya, ada tiga alasan BPN Jakut memohon Majelis Hakim menolak gugatan KSTJ. Pertama adalah soal Penggugat tidak berkualitas untuk mengajukan gugatan.
Hal tersebut dilandasi lantaran objek sengketa para penggugat yaitu SK no 1697/HGB/BPN/-09.05/2016 tentang pemberian HGB atas nama PT KNI atas tanah seluas 3,12 juta meter persegi karena adanya akta perjanjian tentang penggunaan/pemanfaatan tanah di atas sertifikat hak pengelolaan nomor 45Kamal Miara Pulau 2A (Pulau D) antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT KNI nomor 33 tahun 2017 Nomor 1/Akta/NOT/VIII/2017 tanggal 11 Agustus 2017.
"Sehingga penggugat telah salah mengajukan gugatan, seharusnya penggugat mengajukan gugatan kepada para pihak yang membuat perjanjian berdasarkan akta perjanjian," sambung jawaban BPN Jakarta Utara.
Sementara alasan kedua adalah soal gugatan penggugat tidak jelas (Obscuur Lible). Soal ini ada dua alasan. Pertama objek sengketa para penggugat yaitu SK no 1697/HGB/BPN/-09.05/2016 salah, yang benar adalah SK no 1697/HGB/BPN/-09.05/2017.
Sementara alasan kedua adalah objek sengketa tersebut belum final, sebab terbitnya Surat Keputusan tersebut masih ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat HGB atas nama PT KNI.
"Mengacu Pasal 1 angka 9 UU 5/1986 jo UU 51/2009, sudah seharusnya gugatan para penggugat tidak dapat diterima karena yang menjadi objek sengketa bukan merupakan keputusan yang konkret, individual, dan final yang dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara," jelas jawaban tertulis BPN.
Sedangkan alasan eksepsi ketiga adalah soal kompetensi absolute. Sama seperti alasan pertama, BPN menilai gugatan salah alamat karena pihak pembuat akta perjanjian sebagai dasar keluarnya SK no 1697/HGB/BPN/-09.05/2016 yang digugat, sehingga gugatan seharusnya diajukan ke Pengadilan Negeri terlebih dahulu.
"Sesuai pasal 1320 KUH Perdata, tentang syarat-syarat perjanjian, para pihak telah memenuhi syarat tersebut, dan menurut pasal 1338, perjanjian adalah Undang-undang bagi mereka yang membuatnya," papar jawaban BPN.
Sementara itu kuasa hukum BPN Jakarta Utara Haidir Bya yang dicoba dimintai keterangannya seusai sidang tak mau memberikan keterangan lebih lanjut.
"Saya bukan kepala BPN, jadi saya tidak punya kapasitas menjelaskan," kata Haidir.
Secara terpisah, Tigor Hutapea, kuasa hukum penggugat mengatakan gugatan yang diajukan kliennya tak salah alamat seperti jawaban BPN.
"Dalam gugatan kami mendalilkan bahwa proses penerbitan HGB tidak sesuai dengan peraturan berlaku, banyak terjadi pelanggaran," katanya saat dihubungi KONTAN, Rabu (31/1).
Tigor menilai sebagai lembaga negata seharusnya BPN teliti dan cermat dalam mengeluarkan sebuah produk keputusan, termasuk HGB.
"Maka gugatan kami tidak salah alamat," lanjut Tigor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News