kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diduga ada perusahaan migas akali tax treaty


Sabtu, 30 Juli 2011 / 09:00 WIB
ILUSTRASI. Sejumlah pengunjung menikmati suasana senja di Kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Senin (27/7/2020). Cuaca hari ini di Jawa dan Bali cerah berawan hingga berawan juga hujan ringan, menurut prakiraan BMKG.


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Tunggakan pajak oleh perusahaan asing di sektor minyak dan gas (migas) berbuntut panjang. Penyelidikan yang terus dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas 14 perusahaan asing di sektor migas kini mulai membuahkan hasil.

Kemenkeu mensinyalir ada perusahaan migas yang dengan sengaja memanfaatkan aturan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty.

Modus yang dipakai perusahaan migas tersebut adalah memindahkan kantor pusatnya ke negara yang sudah meneken traktak pajak (tax treaty) dengan Indonesia.

Padahal, negara asal perusahaan migas itu sebenarnya tidak meneken perjanjian pajak dengan Pemerintah Indonesia. "Jadi mereka bisa menikmati pembayaran pajak yang lebih murah,”ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, kemarin.

Saat ini, Kemenkeu tengah memeriksa dokumen-dokumen kontrak karya dari 14 perusahaan migas tersebut. Agus bilang, pemeriksaan itu akan dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

"Saya sudah minta Dirjen Pajak Fuad Rahmany segera melihat dokumen kontraknya," tandas Agus.

Proses pemeriksaan dokumen juga akan melibatkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP) Migas. Dua instansi ini juga mengetahui detail dari kontrak karya tersebut.

Sekadar mengingatkan, tunggakan pajak perusahaan migas tersebut diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada 14 perusahaan migas asing yang menunggak pajak, totak sebesar Rp 1,6 triliun. Temuan KPK ini berasal dari audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kaji tax treaty migas

Cuma menurut BP Migas, tunggakan pajak tersebut hanya karena perbedaan penghitungan pajak dari ketentuan perundang-undangan.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas Badan Pelaksana Kegiatan BP Migas, Gde Pradnyana menyatakan perbedaan penghitungan pajak tersebut terjadi karena Indonesia sudah meneken tax treaty dengan negara asal perusahaan migas asing itu.

Dalam tax treaty tersebut, tarif pajak yang ditetapkan lebih rendah dari tarif pajak yang berlaku di Indonesia. Ambil contoh, tarif pajak migas dalam tax treaty dengan Inggris yang hanya 10% atau dengan Malaysia yang sebesar 12,5%. Sementara, tarif pajak penghasilan dalam UU Migas sebesar 20%.

Maka dari itu, Agus mengaku sedang menimbang untuk menegosiasikan pengecualian pajak migas dalam perjanjian tax treaty. Sebab, pemerintah khawatir ada perusahaan yang mengakali aturan tersebut sehingga bisa merugikan negara. "Migas itu sebenarnya harus dikeluarkan dari perjanjian tax treaty," ujarnya.

Guna menghindari adanya modus perusahaan migas itu, Agus juga meminta Kementerian ESDM agar selalu melibatkan Kemenkeu jika menemukan persoalan serupa di masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×