Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Putri Werdiningsih
JAKARTA. Kebutuhan alat kesehatan di rumah sakit masih tergantung pada pengadaan impor. Sebab, produksi alat kesehatan dalam negeri masih sangat kurang, sehingga perlu pengembangan inovasi teknologi di Tanah Air untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Astuti Giantini, Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) mengakui kebutuhan alat kesehatan di RSUI hampir semuanya produk luar negeri.
"Lebih dari 90% alat kesehatan di RSUI adalah impor," ungkapnya kepada KONTAN, Rabu (3/7/2024).
Menurut dia, tidak ada pilihan lain bagi pengelola rumah sakit untuk menggunakan alat kesehatan produk luar lantaran di dalam negeri tidak tersedia. Untuk itu, pemerintah harus mendukung upaya hilirisasi produksi alat kesehatan lewat kolaborasi antara perguruan tinggi, rumah sakit, dan pengusaha dalam mengembangkan inovasi alat kesehatan dan obat-obatan.
Baca Juga: Produksi Dalam Negeri Terbatas, Neraca Dagang Alat Kesehatan Indonesia Masih Defisit
"Terkait alat kesehatan ini memang banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan agar ekosistem industri kesehatan di dalam negeri bisa berkembang dan kita tidak terus tergantung pada impor," jelas Astuti.
Menurut dia, salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong industri dalam negeri memproduksi peralatan medis yang banyak dibutuhkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rujukan.
"Kami dari pihak rumah sakit, universitas siap berkolaborasi dengan asosiasi pengusaha alkes lewat dukungan pemerintah juga," sebut Astuti.
Dia mencontohkan, lewat pendanaan hibah dari luar negeri, pihak perguruan bisa membangun laboratorium dan mengembangkan inovasi teknologi bidang kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News