kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Di Semarang banyak rumah mewah tak berizin


Kamis, 18 September 2014 / 19:10 WIB
Di Semarang banyak rumah mewah tak berizin
ILUSTRASI. Inilah daftar negara dengan waktu terlama dan tercepat puasa bulan ramadan 2023 (Dok/Al Arabiya)


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

UNGARAN. Bupati Semarang Mundjirin menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke DAS Kaligarang di lingkungan Winongrejo, Kelurahan Candirejo, Ungaran Barat, Kamis (18/9/2014) siang. Dalam sidak itu, Mundjirin mendapati sejumlah rumah mewah dan kolam yang tidak berizin. Bahkan setelah ditelusuri oleh tim gabungan, sedikitnya 20 bangunan yang konon milik para perwira polisi ini berdiri di tanah hasil normalisasi ilegal sungai Kaligarang. 

Sebuah gambar citra satelit yang dibawa oleh staf Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) menunjukkan lokasi rumah-rumah mewah dan kolam-kolam ikan itu adalah sungai yang telah diluruskan. Tim juga mendapati pelaku normalisasi ilegal adalah seorang PNS di Kementerian Agama Kabupaten Semarang, bernama Ni'am. 

“Sumber paling utama di sini adalah pak Niam. Kalau dia yang benar mengoordinir, berarti harus ada perizinan sungai, bangunan, sertifikat dan perizinan ABT,” kata Mundjirin. 

Sidak tim gabungan Pemkab Semarang itu sebenarnya menyikapi keluhan warga atas menyusutnya mata air Siweden, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Ungaran Barat. Kampung Siweden sendiri terletak dibawah Kampung Winongrejo. 

Sebelumnya, Satpol PP Kabupaten Semarang menyatakan pengeboran air bawah tanah (ABT) untuk permukiman di Winongrejo tersebut, termasuk untuk kolam ikan dan kolam renang, belum mengantongi izin dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPPTSP). Pengambilan ABT dan pengubahan fungsi alam secara sepihak ini diduga kuat menjadi pemicu menyusutnya debit mata air Siweden.

“Dampaknya tidak semata-mata masyarakat akan kekurangan air, tapi juga dampak pelanggaran hukum,” ujar Mundjirin. 

Menurut Mundjirin, pengelolaan daerah aliran sungai tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Termasuk, ketentuan soal jarak minimal pendirian bangunan dengan mata air dan penggunaan ABT. 

“Syaratnya 200 meter dari sumber mata air. Padahal kalau kita lihat, bangunan yang ada kurang dari 50 meter. Besaran penggunaan air juga ada aturannya. Kegunaannya untuk apa, untuk rumah tangga biasa atau usaha, itu ada tata caranya sendiri,” jelasnya.   

Atas persoalan yang sudah terlanjur muncul tersebut, Mundjirin mengakui jajarannya kurang jeli dalam melakukan pengawasan. 

“Bukan kecolongan, tapi tidak begitu jeli dalam melihat pembangunan-pembangunan di sini. Tidak hanya di sini, bahkan di tempat lain sering terjadi, dibangun dulu, ternyata belum kantongi izin,” ujarnya. 

Karena itu, dia merekomendasikan agar seluruh aktivitas yang ada di sekitar mata air Siweden dan DAS Kaligarang dihentikan dulu. 

Sementara itu Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Subadi membenarkan Niam merupakan anak buahnya. Hanya, dia mengaku tidak tahu persis kegiatan yang bersangkutan di luar kedinasan. 

“Betul dia staf Kemenag. Tapi saya tidak paham kalau dia punya kegiatan lain. Tapi Pak Niam sekarang sedang menunaikan ibadah haji,” pungkasnya. (Syahrul Munir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×