Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan persismistis target kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tahun ini bisa tercapai.
Pasalnya, dari target kepesertaan aktif sebanyak 34,35 juta peserta, realisasi sampai Agustus 2019 sebesar 31,67 juta peserta aktif. Artinya butuh penambahan peserta sebanyak 2,68 juta sehingga target tahun ini bisa tercapai.
"Kalau kita lihat di satu tahun 3,5 juta bisa tercapai, tetapi kalau 2,7 juta dalam empat bulan, kami terus terang agak pesimis. Jadi ini menjadi tantangan di 2019," ujar Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono di ruang komisi IX DPR, Senin (23/9).
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Dengarkan Keluhan Para Pelaku Industri Tekstil
Padahal menurut Guntur, realisasi kepesertaan sejak 2015 selalu melebihi target. Di 2015, dari target kepesertaan sebanyak 19,1 juta peserta, realisasinya mencapai 19,27 juta peserta. Di 2016 dari target 21,91 juta peserta, realisasinya 22,63 juta peserta.
Berlanjut di 2017, realisasi kepesertaan sebanyak 25,20 juta peserta, sementara realisasi sebanyak 26,24 juta peserta, lalu pada 2018, realisasi 29,65 juta peserta, realisasinya sebanyak 30,46 juta peserta. "Tampaknya di 2019 itu agak jeblok kalau menurut penilaian kami," tambah Guntur.
Sementara, realisasi iuran peserta hingga Agustus 2019 sebesar Rp 46,70 triliun dari target sebesar Rp 76,03 triliun. Dewan pengawas pun berpendapat sulit untuk mencapai target ini.
"Masih tersisa Rp 29,3 triliun yang harus diselesaikan dalam waktu empat bulan. Ini tentunya menjadi tugas berat bagi direksi untuk menyelesaikan ini. Mungkin karena situasi ekonomi atau apapun kami memang masih terus mendalami," ujar Guntur.
Untuk mengatasi masalah kepesertaan ini, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan pun sudah memberikan beragam rekomendasi. Pertama, berkaitan dengan peningkatan intensitas pengawasan dengan pihak eksternal.
Baca Juga: Program dana pensiun di luar kantor, seberapa perlu?
Menurut Guntur, selama ini BPJS Ketenagakerjaan hanya menjalankan fungsi pengawasan pemeriksaan yang memberikan sanksi-sanksi administrasi. Karena itu, menurutnya dibutuhkan penegakan hukum yang bisa dijalankan sendiri oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Tak hanya itu, dia pun berpendapat perlu dilakukan program door to door untuk menjaring lebih banyak peserta.
"Kami juga memberikan saran dilakukannya program door to door pada perusahaan terutama ukm yang kecil-kecil, toko-toko sepanjang jalan, itu tentu masih banyak sekali yang kami yakin karyawannya belum beranggotakan BPJS Ketenagakerjaan. Ini memang tidak bisa dengan sosialisasi saja tetapi barangkali dengan ide direkrut door to door. Didatangi dan ditawarkan," tuturnya.
Berikutnya, dia pun berpendapat perlu dilakukan evaluasi pada agen PERISAI atau agen independen perorangan dan mengevaluasi keberadaan kantor cabang dan kantor cabang perintis.
Baca Juga: KSPI tolak Kepmenaker tentang jabatan tertentu yang dapat diduduki tenaga kerja asing
Selain itu, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan juga menyarankan agar usia maksimal peserta Bukan Penerima Upah (BPU) diusulkan menjadi 60 tahun, naik dari tahun ini yakni 56 tahun.
Menurut Guntur, ini membuka peluang bagi peserta yang sudah tua tetapi tetap berkarya. Selain itu, Dewan Pengawas juga menyarankan supaya berbagai pihak didorong untuk mengembalikan fungsi JHT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News