Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mendengar penjelasan dari Dewan Pengawas TVRI pada Selasa (21/1/2020), Komisi I DPR memanggil Dewan Direksi TVRI pada Senin (27/1/2020). Agenda kedua rapat dengar pendapat itu sama, yaitu mendapatkan keterangan soal pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama.
Direksi TVRI secara umum membantah seluruh pernyataan Dewas yang sebelumnya membeberkan alasan mereka memberhentikan Helmy pada 16 Januari 2020. Alasan Dewas yang kala itu disampaikan kepada DPR di antaranya soal pembelian hak siar Liga Inggris yang dianggap berpotensi menimbulkan utang hingga kinerja Helmy yang dinilai tak sesuai visi dan misi TVRI. Apa kata Dewan Direksi TVRI?
Baca Juga: Dewas TVRI: Siaran Liga Inggris yang dibeli Helmy Yahya tak sesuai jati diri bangsa
Berikut rangkuman Kompas.com:
1. Heran Liga Inggris jadi alasan Dewas pecat Helmy
Direksi TVRI mengaku heran dengan pernyataan Dewan Pengawas TVRI yang menyebut salah satu alasan pemecatan Helmy Yahya sebagai direktur utama karena persoalan pembelian hak siar Liga Inggris.
Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra menyatakan, dalam Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) Helmy Yahya tak pernah disebutkan soal Liga Inggris. Namun, dalam surat pemberhentian yang kemudian keluar pada 16 Januari 2020, Helmy dikatakan tak memberikan penjelasan soal pembelian hak siar Liga Inggris.
Baca Juga: Ini lo alasan pemecatan Helmy Yahya versi Dewan Pengawas
Menurut Apni, Helmy tak memberikan penjelasan soal Liga Inggris karena memang tidak dipertanyakan Dewan Pengawas TVRI. "Pada surat pemberhentian jusru muncul soal Liga Inggris dengan kalimat bahwa Saudara Helmy tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program berbiaya besar antara Liga Inggris dan tertib anggaran TVRI," ujar Apni.
Selanjutnya, Apni membantah bahwa Helmy pernah menyatakan bahwa hak siar Liga Inggris didapatkan secara cuma-cuma atau gratis. Apni menegaskan yang dimaksud Helmy yaitu Liga Inggris merupakan tayangan 'free-to-air' yang bisa diakses penonton tanpa harus berlangganan.
"Pak Helmy Yahya tidak pernah menyatakan bahwa program ini sebagai program gratis. Yang disebut gratis adalah cara menontonnya, yakni free-to-air alias bebas via antena," tuturnya.
2. Porsi tayangan program asing sedikit
Dewas mempersoalkan tayangan program asing di TVRI yang dinilai tak sesuai jati diri bangsa. Selain tayangan Liga Inggris, Dewas juga menyinggung soal Discovery Channel. Apni mengatakan siaran program asing di TVRI sebenarnya sangat sedikit. Menurut dia, porsi jam tayang program asing di TVRI sepanjang 2019 hanya 0,06%.
"Jumlah program asing yang tayang di TVRI bukanlah sefantastis seperti yang dilaporkan oleh Dewan Pengawas," kata Apni. "Tahun 2019, jumlah program asing yang tayang hanya 478 jam atau hanya 0,06% dari jumlah jam tayang TVRI yaitu 7.847 jam setahun atau kira-kira 8,000 jam per tahun," lanjutnya.
Baca Juga: Terlalu berkuasa, kewenangan Dewan Pengawas TVRI perlu dipangkas
Lagipula, menurut Apni, siaran program asing itu merujuk pada visi Dewan Pengawas yang menginginkan TVRI menjadi lembaga penyiaran publik (LPP) berkelas dunia. "Dewas TVRI dalam visinya mengamanatkan TVRI sebagai worldclass public broadcasting. Karena itu TVRI membuka hubungan lagi dengan internasional, baik government to government maupun business to business," ucapnya.
Oleh karena itu, dia menyebutkan, kerja sama TVRI dengan menayangkan program Discovery Channel merupakan kebijakan strategis demi mewujudkan visi tersebut.
Baca Juga: Kisruh TVRI, Komisi I DPR akan panggil dewan pengawas dan Helmy Yahya
Menurut Apni siaran program asing seperti Discovery dan program olahraga juga berperan mengurangi jam siaran ulang di TVRI. Ia mengatakan, jumlah siaran ulang TVRI masih terlalu tinggi jika dibandingkan televisi swasta karena keterbatasan anggaran. "Program asing dan live olahraga juga berkontribusi pada pengurangan nilai jam rerun TVRI," ucap Apni.
"Jika tahun 2017 siaran ulang atau rerun sebanyak 55% karena keterbatasan anggaran, tahun 2018 berkurang menjadi 47% dan 2019 menjadi 45%," kata dia.
Baca Juga: Direksi TVRI Menentang Keputusan Dewan Pengawas
3. Direksi dan Dewas tak pernah harmonis
Menurut Apni, hubungan Direksi dan Dewas memang tak harmonis. Ia mengatakan hal itu mulai terasa sejak enam bulan mereka menjabat. Ada sejumlah alasan yang jadi penyebab ketidakharmonisan hubungan Dewas-Direksi. Di antaranya soal status Badan Layanan Umum dan pembayaran SKK/honor karyawan TVRI.
"Dipicu perdebatan soal status Badan Layanan Umum, isu SKK, penyetopan siaran berita oleh oknum karyawan, sampai surat Dirut ke Dewas yang meminta peninjauan SK Dewas Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Kerja Hubungan Dewas-Direksi," ujar Apni.
Baca Juga: Sederet pembelaan Helmi Yahya usai dicopot sebagai Dirut TVRI
Selanjutnya, Apni mengatakan Dewas TVRI juga selalu menganggap kinerja Dewan Direksi sekadar 'cukup'. Padahal, menurut dia, capaian kinerja TVRI diapresiasi banyak pihak lain dari luar. "Meski Direksi sudah bekerja sesuai dengan key compliande indicator yang ditetapkan oleh Dewas dan pencapaian yang dihargai oleh pihak luar TVRI secara akuntabel, kinerja Dirut dan Direksi tetap saja dinilai cukup," tuturnya.
Hingga akhirnya, antara Direksi dan Dewas pun bersitegang terkait pemecatan Helmy. Apni mengatakan Dewan Direksi sudah menyampaikan surat kepada Dewas agar ada rekonsiliasi. "Setelah surat rencana pemberhentian SPRP Dirut TVRI oleh Dewas tanggal 4 Desember 2019, Direksi sudah menyampaikan ke Dewas bahwa rekonsiliasi adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan TVRI," jelas Apni.
Baca Juga: Helmi Yahya dicopot dari kursi Dirut, direksi TVRI bantu siapkan langkah hukum
Namun, pada 16 Januari 2020, surat pemberhentian untuk Helmy dikeluarkan Dewas TVRI. Padahal, Direksi bersama Helmy telah menyampaikan pembelaan tertulis merespons SPRP. Namun, baik Direksi maupun Helmy sebagai Dirut tak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dewan Direksi TVRI Menjawab Tudingan Dewas soal Pemecatan Helmy Yahya"
Penulis : Tsarina Maharani
Editor : Krisiandi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News