kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Delapan tahun, 10 TKI tewas ditembak di Malaysia


Jumat, 22 Juni 2012 / 10:00 WIB
Delapan tahun, 10 TKI tewas ditembak di Malaysia
ILUSTRASI. Penjualan Ban. KONTAN/Baihaki/19/05/2021


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pemerintah Indonesia terkesan abai dengan aksi main tembak yang dilakukan Polisi Kerajaan Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selama delapan tahun terakhir saja, sudah 10 TKI tewas di depan moncong senjata.

Rieke Diah Pitaloka, anggota komisi Komisi IX DPR mencatat, kasus terakhir TKI tewas tertembus timah panas itu adalah Sumardiono (34 tahun), Marsudi (28 tahun) dan Hasbullah (25 tahun).

"Berdasarkan pemeriksaan tubuh korban, Marsudi dan Hasbullah mengalami dua luka tembak di dada, Sumarjono mengalami satu luka tembak di dada. Mereka ditembak karena dianggap melakukan tindakan kriminal karena memotong pagar besi di sebuah rumah di distrik Gombak, Selangor, Malaysia, baru-baru ini," ujar Rieke kepada Kompas, Jumat (22/6).

Padahal, sebelumnya, kata mantan aktris ini, sudah terjadi kasus penembakan yang sama oleh polisi Malaysia. "Dari data-data yang berhasil dihimpun, 9 Maret 2005, empat TKI asal Flores, Nusa Tenggara Timur ditembak mati. Kemudian 16 Maret 2010, tiga TKI asal Sampang, Madura bernama ditembak juga oleh Polisi di Danau Putri, Kuala Lumpur," urai Rieke.

Kemudian, tanggal 24 Maret 2012, tiga TKI asal NTB ditembak oleh Polisi Malaysia di Port Dickson. "Belajar dari ketiga kasus di atas, terkesan pemerintah Indonesia tidak menunjukkan sikap tegas terhadap tindakan represif aparat Malaysia yang melanggar hak asasi manusia. Pemerintah juga tidak peduli dengan nasib TKI yang ikut memberikan tambahan devisa bagi ekonomi negeri ini," keluh Rieke.

Menurut Rieke, pasal 5 Konvensi Wina 1963 menyebutkan, tugas seorang konsuler adalah melindungi kepentingan negara pengirim TKI dan kepentingan warga negaranya. "Apakah TKI yang tewas itu berdokumen atau tidak berdokumen? Saya kira, tidak relevan ketika rakyat mati ditembak di negara lain, lalu titik berat persoalannya dialihkan kepada dokumen yang dibawanya. Lalu, dipersoalkan lagi apakah dokumennya resmi atau tidak? Jika hal ini yang jadi pokok penyelidikan pemerintah, tentu hanya akan semakin memperlihatkan kelemahan pemerintah," lanjut Rieke.

Rieke menegaskan, seandainya para TKI tersebut tidak berdokumen tentu DPR bisa bertanya, kenapa mereka bisa keluar Indonesia? "Bukankah yang punya wewenang mengeluarkan dokumen adalah pemerintah sendiri melalui Imigrasi. Jadi, ini kesalahan pemerintah sendiri. Dan, setelah mereka ditembak, pemerintah juga tidak melakukan apa-apa," jelas Rieke lagi. (Suhartono/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×