Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Utang pemerintah Indonesia tercatat Rp 3.485,36 triliun sampai dengan November 2016. Jumlah itu bertambah Rp 45,58 triliun ketimbang utang pada Okober 2016 sebesar Rp 3.439,78 triliun.
Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, jumlah utang tersebut masih cukup moderat. Ia mengatakan jumlah utang Rp 3.485,36 triliun adalah 25% dari PDB. Bila dibandingkan dengan negara lainnya, menurut David Indonesia tergolong baik rasio utangnya.
“Bila dibandingkan dengan negara emerging market lain maupun negara maju, mungkin kita terendah dari sisi rasio. Setelah ekonomi kita melambat, utang valas kita cenderung turun dan pemerintah banyak melakukan belanja terutama infrastruktur. Defisit kita pun masih di bawah 3%,” kata David saat dihubungi KONTAN, Minggu (15/1).
Menurut David, banyak negara di dunia lainnya yang memiliki rasio utang di atas 100% padahal konsensusnya adalah 60%. “Contohnya Tiongkok 200%, AS di atas 110%, Jepang juga sama. Mungkin kita yang paling rendah. Indonesia memang lebih konservatif setelah krisis 1998. Kita juga menganut defisit tidak lebih dari 3%,” jelasnya.
Untuk itu, David mengatakan bahwa selama perekonomian masih tumbuh, maka tidak masalah bagi negara untuk berutang.
“Yang masalah kalau seperti Tiongkok. Lebih besar utangnya, namun pertumbuhannya menurun. Bisa terjungkal ekonominya,” ucapnya.
Menurut David bila ingin bebas utang, maka Indonesia harus meningkatkan rasio pajak. Indonesia sendiri memiliki rasio pajak cenderung kecil, yakni masih 11%. Sementara negara tetangga sudah banyak yang 15-16%.
“Bahkan negara maju banyak di atas 20%. Kalo ingin kurangi utang harus naikkan pajak, belanjanya juga harus produktif. Kalau belanjanya hanya untuk konsumtif ya tidak bisa,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan mengatakan jumlah tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan merugikan Indonesia. Pasalnya, utang dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan negara.
“Kalau dilihat, utang itu instrumen bukan tujuan. Tujuan negara Indonesia mencapai masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera,” ucapnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (13/1).
Menurut Scenaider, untuk mencapai tujuan yang dimaksud tersebut, utang merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh negara untuk membiayai sektor produktif guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Asal utang itu produktif, misalnya kalau beli aset disewakan, lalu bisa bayar utang, kan tenang-tenang saja. Sisanya bisa dipakai untuk belanja. Jadi utang itu tidak perlu ditakutkan. Itu instrumen untuk mencapai tujuan tadi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News