Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatatkan deflasi secara bulanan selama lima bulan beruntun atau sejak Mei hingga September 2024.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani menilai, fenomena deflasi ini perlu dikaji dari dua sudut pandang ekonomi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran.
Dari sisi demand, indikator-indikator ekonomi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang menurun. Ia mencatat, pada Agustus 2024, LPEM UI sudah merilis bahwa lebih dari 8,5 juta penduduk Indonesia turun kelas sejak tahun 2018.
Sedangkan dari sisi penawaran, data ekonominya menunjukkan tekanan, yaitu dari data Purchase Managers' Index (PMI), yang menjadi gambaran kondisi bisnis di sektor produksi barang. Sejak Bulan April 2024, PMI terus mengalami penurunan, dan bahkan sejak bulan Juli 2024 mengalami kontraksi, yaitu indikator PMI yang turun dibawah 50.
“Daya beli masyarakat yang menjadi faktor konsumsi ini menjadi penopang signifikan pertumbuhan ekonomi, sehingga pemerintah harus cepat memberikan insentif tepat sasaran agar daya beli kembali terjaga,” tutur Ajib dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/10).
Baca Juga: Soal Deflasi, Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga
Ajib menilai, setidaknya pemerintah harus mengeluarkan tiga kebijakan prioritas untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pertama, kebijakan fiskal. Ajib menyampaikan, pada kuartal IV ini menjadi landasan perekonomian yang akan memasuki tahun 2025, yang mana pemerintah mempunyai ruang fiskal yang begitu sempit untuk bisa menggunakan kebijakan fiskal sebagai pengatur perekonomian, karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk kebutuhan APBN.
Kondisi tersebut lanjutnya, kemudian menimbulkan kebijakan kontraproduktif terhadap perekonomian dan daya beli. Contohnya adalah narasi dan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025.
“Kondisi ini tentunya perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah, karena masih banyak opsi lain dalam menambal keuangan negara tanpa membebani masyarakat luas,” ungkapnya.
Kedua, kebijakan moneter. Adapun pada September 2024, Bank Indonesia (BI) sudah melakukan penyesuaian tingkat suku bunga acuan menjadi 6%.
Harapan dunia usaha kata Ajib, pada kuartal keempat ini, BI kembali melakukan penyesuaian, misalnya diturunkan 25 basis poin.
Menurutnya, dengan tingkat suku bunga acuan dibawah 6%, potensi likuiditas akan lebih banyak mengalir di sistem perekonomian indonesia, dan daya beli masyarakat akan mengalami kenaikan ketika kemudian perbankan juga mengikuti dengan menurunkan suku bunga kreditnya.
Ketiga, kebijakan investasi yang lebih berkualitas dan mampu menyerap tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan konsep ekonomi yang masuk dalam Program Asta Cita pemerintahan Prabowo, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan.
Penyediaan lapangan kerja yang masif ini menjadi prasyarat agar pertumbuhan ekonomi bisa eskalatif di masa selanjutnya. Pengangguran yang menyentuh angka 7 juta orang perlu diserap dengan kebijakan investasi yang padat karya.
Lebih lanjut, Ajib menyampaikan, pada kuartal IV ini adalah momentum positif untuk kembali mendongkrak daya beli secara umum.
Konsumsi bisa didorong sejalan dengan adanya perhelatan pilkada yang dijalankan secara serentak untuk 38 provinsi, 416 Kabupaten dan 98 Kota di Indonesia menjadi agregator belanja yang cukup signifikan.
Baca Juga: Sri Mulyani Tak Risau Indonesia Alami Deflasi Lima Bulan Beruntun. Ini Alasannya
Menurut Ajib, perputaran uang ini akan langsung mengalir di masyarakat dari dana yang digunakan untuk kampanye, dalam bentuk barang maupun uang. Kontribusi pilkada serentak ini diharapkan memberikan kontribusi yang cukup signifikan, seperti halnya momentum lebaran terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024.
“Kuartal keempat menjadi momentum pertumbuhan ekonomi lebih agresif dengan momentum pilkada serentak ini. Sehingga target asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2024 yang mematok target pertumbuhan ekonomi 5,2% secara agregat bisa tercapai,” kata Ajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News