kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Defisit transaksi berjalan masih lebar, BI belum akan turunkan suku bunga


Rabu, 27 Maret 2019 / 17:50 WIB
Defisit transaksi berjalan masih lebar, BI belum akan turunkan suku bunga


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) belum akan menurunkan suku bunga BI-7DRRR karena defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang masih melebar. CAD pada tahun lalu mencapai 2,98% dari produk domestik bruto (PDB) atau US$ 31,1 miliar.

Deputi Senior Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan, ada tiga hal yang menjadi pertimbangan BI dalam rapat dewan gubernur (RDG) BI sebelum menurunkan suku bunga. Pertama adalah tingkat inflasi, kedua, kondisi CAD dan ketiga, kebijakan The Federal Reserve.

"Dua dari tiga faktor tersebut tampaknya akan lebih baik. Inflasi terkendali, The Fed tahun ini menahan suku bunga. Sehingga dealing-nya dengan CAD saja," jelas Mirza saat pemaparan dalam peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) di kompleks BI, Rabu (27/3).

Mirza melanjutkan, saat ini, inflasi masih terjaga. Hingga Februari 2019 tercatat inflasi sebesar 2,57%. Sedangkan CAD masih perlu ditekan dikisaran 2,5% hingga menuju 2%.

Untuk itu, BI dan pemerintah serta otoritas terkait mencanangkan reformasi struktural. Dua hal yang digarisbawahiBI adalah ekspor-impor dan jasa.

Untuk meningkatkan ekspor, perlu diversifikasi, baik bahan yang diekspor maupun negara tujuan ekspor. Di sisi lain, perlu menekan impor minyak dan gas (migas), berubah dengan menggunakan energi berkelanjutan (renewable) seperti penggunaan mobil listrik di dalam negeri.

Untuk meningkatkan sektor jasa, maka perlu menggali potensi devisa dari industri pariwisata. Dengan cara mengembangkan infrastruktur pariwisata yang memadai hingga fokus pada peningkatan kualitas wisata seperti lama waktu singgah dan meningkatkan jumlah pengeluaran wisatawan.

Pasalnya, tahun lalu komponen CAD seperti neraca dagang dan neraca jasa menunjukkan kinerja yang payah. Neraca dagang defisit US$ 8,57 miliar, neraca jasa defisit US$ 7,1 miliar.

Neraca dagang masih defisit karena bergantung pada harga komoditas sehingga nilai ekspor anjlok, serta masifnya impor infrastruktur. BI mencatat impor bahan baku/barang modal terkait infrastruktur mencapai US$ 6 miliar.

Di sisi lain, pembiayaan sektor rill juga masih kurang. Sehingga, perlu mendorong investasi langsung alias foreign direct investment (FDI) yang bersifat ekspor serta menarik investasi portofolio.

Selain dari segi pembiayaan bisa mencukupi, ekspor juga bisa tumbuh dengan adanya investor yang masuk di dalam negeri.

Secara historis, BI pernah menurunkan suku bunga di saat The Fed menaikkan suku bunga. Mirza menjelaskan, saat itu kondisi neraca transaksi berjalan positif.

"Periode 2016-2017 saat Amerika Serikat menaikkan suku bunga, Indonesia bisa menurunkan suku bunga. Kenapa? karena pada periode itu defisit transaksi berjalan terkendali," jelas Mirza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×