kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.098.000   -17.000   -0,80%
  • USD/IDR 16.571   109,00   0,66%
  • IDX 8.008   -16,75   -0,21%
  • KOMPAS100 1.116   -7,41   -0,66%
  • LQ45 809   -5,92   -0,73%
  • ISSI 276   0,10   0,04%
  • IDX30 421   -3,05   -0,72%
  • IDXHIDIV20 483   -7,14   -1,46%
  • IDX80 123   -0,71   -0,57%
  • IDXV30 132   -1,87   -1,40%
  • IDXQ30 134   -2,10   -1,54%

Defisit RAPBN 2026 Naik Jadi 2,68% PDB, CORE Ingatkan Risikonya


Kamis, 18 September 2025 / 16:55 WIB
Diperbarui Kamis, 18 September 2025 / 16:55 WIB
Defisit RAPBN 2026 Naik Jadi 2,68% PDB, CORE Ingatkan Risikonya
ILUSTRASI. Deretan gedung perkantoran dan permukiman di pusat kota Jakarta, Jumat (26/3/2021). (KONTAN/Fransiskus Simbolon). Pemerintah dan DPR RI menyepakati untuk menaikkan defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Ini kata CORE.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati untuk menaikkan defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Defisit dalam RAPBN 2026 ditargetkan menjadi Rp 689,1 triliun atau setara 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dibandingkan target awal sebesar Rp 638,8 triliun atau 2,48% PDB.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai pelebaran defisit tersebut berpotensi semakin lebar apabila penerimaan negara tahun depan rapuh.

Baca Juga: Bank Indonesia Optimistis Ekonomi Semester II 2025 Akan Terungkit

“Di sisi penerimaan negara, risiko ketidakcapaian target tetap terbuka lebar. Hal ini karena proyeksi penerimaan didasarkan pada asumsi makro yang relatif optimistis, seperti target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2026,” ujar Yusuf kepada Kontan, Kamis (18/9/2025).

Ia menambahkan, potensi pelemahan harga komoditas bisa menekan penerimaan negara bukan pajak, apalagi asumsi harga minyak (ICP) tahun depan lebih rendah dibandingkan tahun ini. Tekanan juga datang dari setoran dividen BUMN yang tidak lagi masuk ke APBN karena dialihkan, sehingga basis penerimaan semakin rapuh.

“Jika kondisi tersebut terealisasi, defisit anggaran berpeluang melebar lebih dari target 2,68% PDB,” lanjutnya.

Menurut Yusuf, tantangan kian berat karena Saldo Anggaran Lebih (SAL) sudah digunakan untuk menopang pembiayaan. Dengan adanya kebijakan injeksi likuiditas Rp200 triliun kepada lima bank pelat merah, ruang pemerintah untuk kembali menggunakan SAL sebagai penyangga menjadi terbatas.

Oleh karena itu, strategi mitigasi perlu dipikirkan sejak dini, baik melalui realokasi belanja yang lebih selektif maupun dengan memperkuat diversifikasi pembiayaan. Menurutnya, langkah ini penting karena akan menentukan seberapa besar dukungan kebijakan fiskal terhadap perekonomian.

Dalam RAPBN 2026 juga terdapat perubahan postur anggaran. Target belanja negara disepakati naik menjadi Rp3.842,7 triliun, meningkat Rp56,2 triliun dari target awal Rp3.786,5 triliun.

Belanja tersebut terdiri dari, belanja pemerintah pusat naik menjadi Rp 3.149,7 triliun. Transfer ke daerah (TKD) meningkat menjadi Rp 693 triliun dari sebelumnya Rp 650 triliun. Belanja kementerian/lembaga (K/L) ditetapkan Rp 1.510,5 triliun, atau naik Rp 12,3 triliun dari target awal. Belanja non K/L menjadi Rp 1.639,2 triliun, naik Rp 0,9 triliun dari target Rp 1.638,2 triliun.

Dari sisi penerimaan, Banggar dan pemerintah sepakat menaikkannya menjadi Rp 3.153,6 triliun, bertambah Rp 5,9 triliun dari target awal. Kenaikan ini terutama berasal dari kepabeanan dan cukai Rp336 triliun atau  naik Rp1,7 triliun, serta PNBP Rp 455,2 triliun atau bertambah Rp 4,2 triliun.

Yusuf juga menyoroti kenaikan alokasi TKD yang semula diturunkan, kini dinaikkan oleh pemerintah. Ia mengapresiasi langkah ini karena dinilai dapat memperkuat kapasitas fiskal di tingkat daerah.

Namun demikian, ia mencatat bahwa meski naik menjadi Rp 693 triliun, alokasi TKD masih lebih rendah dibandingkan APBN 2025 yang mencapai Rp 919,9 triliun.

“Dengan ruang fiskal yang terbatas, penting bagi pemerintah memastikan distribusi TKD dilakukan secara proporsional sesuai kapasitas fiskal daerah, sekaligus tetap selaras dengan prioritas pembangunan nasional agar manfaatnya benar-benar optimal,” tandasnya.

Baca Juga: Komisi XI DPR Menilai Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Jadi Beban

Selanjutnya: Harga Kopi Robusta Turun Drastis! Diskon hingga US$45 di Indonesia

Menarik Dibaca: Inovasi Robotik Merambah Dunia Kesehatan Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×