Reporter: Yoliawan H | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan yang stabil dan risiko politik relatif rendah, menjadikan ekonomi Indonesia berpotensi untuk bergerak lebih cepat dalam beberapa tahun mendatang.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (11/12), berbagai indikator menunjukkan performa prima di perekonomian Indonesia seperti rasio utang pemerintah yang berada di bawah 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang.
Gundy Cahyadi, Ekonom DBS Group Research memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik jadi 5,3% dan 5,4% pada 2018 dan 2019.
Upaya pemerintah melalui pembangunan infrastruktur tampaknya sudah menuai hasil. Ini terlihat dari pertumbuhan investasi yang mencapai 7,1% pada kuartal III 2017. Diperkirakan investasi berkontribusi sebesar 35% terhadap pertumbuhan PDB 2017.
Diperkirakan defisit akan mencapai 2,6% pada 2018, lebih tinggi dari perkiraan pemerintah sebesar 2,2%. “Kami memperkirakan kenaikan defisit terutama didorong oleh potensi penurunan penerimaan pajak,” tulis DBS Group Research pada keterangan pers.
Kendati demikian, tren kenaikan harga minyak mentah dunia akan meningkatkan pemasukan negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Dalam perhitungan DBS Group Research, setiap kenaikan harga minyak sebesar 10% akan memberikan tambahan anggaran Rp 6,7 triliun dalam APBN.
Ekspor Indonesia masih mengandalkan sektor komoditas, terutama batubara yang tumbuh 49%, minyak sawit mentah sebesar 44% dan migas sebesar 21%. Sementara ekspor produk manufaktur hanya tumbuh 2,5%.
Investasi asing langsung ke sektor manufaktur pun mencatat rekor tertinggi sebesar US$ 16,6 miliar pada 2016. Investor tidak lagi menjadikan sektor pertambangan sebagai tujuan investasinya, melainkan sektor permesinan dan elektronik.
Risiko inflasi terbesar berasal dari kenaikan harga minyak mentah, terutama di sektor transportasi dan listrik yang menyumbang sekitar 25% terhadap Indeks Harga Konsumen. DBS Group Research memprediksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan mencapai 4,0% dan 4,5% di tahun 2018 dan 2019.
Terlihat dari konsumsi barang non-pokok atau discretionary goods masyarakat yang turun menjadi 4,5%, jauh di bawah kondisi tiga tahun lalu sebesar 6%. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih tinggi jika pertumbuhan konsumsi discretionary goods masyarakat lebih tinggi,” jelas Gundy Cahyadi.
Lebih lanjut, DBS Group Research memprediksi Bank Indonesia akan mulai menaikkan suku bunga di kuartal IV tahun 2018, membawa tingkat suku bunga kembali menjadi 5% di pertengahan tahun 2019, mengingat antisipasi dari penguatan mata uang dollar AS yang akan membutuhkan suku bunga domestik yang lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News