Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan pengeluaran rumah tangga kelas menengah meningkat dalam tiga bulan terakhir.
Survei yang melibatkan 932 responden dan dilakukan pada 14–19 Oktober 2025 ini menemukan bahwa tekanan ekonomi rumah tangga menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi daya beli kelompok menengah.
Peneliti senior Lembaga Survei KedaiKOPI Ashma Nur Afifah mengatakan, dalam tiga bulan terakhir sebanyak 63% responden menyatakan pengeluaran rumah tangganya meningkat. Kenaikan ini terutama disebabkan meningkatnya harga kebutuhan pokok.
“Mayoritas, yakni 62,1% responden, mengalokasikan setengah dari pendapatannya hanya untuk kebutuhan pokok,” ujar Ashma dalam peluncuran Survei Pergeseran Perilaku Konsumsi dan Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Baca Juga: Tren Belanja Kelas Menengah Mulai Membaik, Namun Masih Bersifat Momentum
Ashma mencontohkan, bagi masyarakat yang berpenghasilan Rp 5 juta per bulan, sekitar Rp 2,5 juta dihabiskan untuk belanja kebutuhan pokok. Kondisi ini membuat ruang konsumsi untuk kebutuhan sekunder seperti rekreasi atau gaya hidup semakin terbatas.
Selain tekanan dari harga kebutuhan pokok yang naik, cicilan juga menjadi beban ekonomi masyarakat kelas menengah. Jenis cicilan yang paling banyak dimiliki adalah kendaraan, elektronik, dan rumah.
Di tengah tekanan pengeluaran tersebut, penggunaan layanan paylater cukup tinggi. Survei mencatat hanya 26,5% responden yang memiliki akses ke kartu kredit, sementara 57,5% telah menggunakan layanan paylater.
“Artinya, satu dari dua orang masyarakat kelas menengah pernah menggunakan paylater, baik sesekali maupun secara rutin,” ujar Ashma.
Adapun penggunaan pinjaman online (pinjol) tercatat masih lebih rendah, dengan 25% responden yang mengaku pernah mengakses layanan tersebut.
Fenomena ini menunjukkan bahwa paylater kini menjadi pilihan utama masyarakat menengah dalam menjaga daya beli di tengah tekanan ekonomi.
KedaiKOPI juga menyoroti munculnya fenomena “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya) di kalangan menengah. Sebanyak 86,6% responden mengaku datang ke pusat perbelanjaan tanpa melakukan transaksi.
“Tiga dari lima orang kelas menengah hanya datang ke mal untuk jalan-jalan atau sekadar melihat-lihat,” ujar Ashma.
Menurut Ashma, alasan utamanya karena harga di toko offline dianggap mahal dan promo tidak menarik. Sebanyak 94,5% responden bahkan membandingkan harga toko offline dengan toko online sebelum membeli.
Perbandingan harga ini paling sering terjadi pada produk fesyen, kosmetik, skincare, dan perlengkapan rumah tangga seperti furnitur dan elektronik.
“Fesyen menjadi kategori tertinggi karena pembeli ingin memastikan ukuran dan kualitas produk sebelum membeli secara online,” jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Sebut Sudah Berikan 7 Program Bantuan Sasar Kelas Menengah, Ini Daftarnya
Dari sisi perilaku konsumsi, KedaiKOPI menemukan 78,7% responden menilai merek masih berperan penting dalam keputusan pembelian. Pada kelompok konsumen yang cenderung FOMO (fear of missing out), angkanya bahkan mencapai 89%.
Lebih lanjut, survei mengidentifikasi tiga faktor utama yang memengaruhi perilaku konsumsi kelas menengah: literasi keuangan, kemudahan akses e-commerce, dan tekanan ekonomi rumah tangga.
Tekanan ekonomi menjadi faktor paling dominan dalam menahan pembelian, terutama pada ibu rumah tangga dan pekerja informal.
“Tekanan ekonomi membuat masyarakat menekan pengeluaran non-prioritas. Mereka mengurangi makan atau nongkrong di luar rumah karena biaya kebutuhan pokok meningkat,” ujar Ashma.
KedaiKOPI merekomendasikan pemerintah memperkuat stabilisasi harga pokok melalui operasi pasar, memperluas bantuan berinsentif seperti layanan kesehatan dan pendidikan dasar gratis, serta mengantisipasi dampak pergeseran konsumsi ke online terhadap ritel fisik.
“Perlu pelatihan kerja formal dan dukungan modal bagi sektor informal agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Stimulus yang paling diharapkan publik adalah pengurangan pajak dan subsidi transportasi,” pungkas Ashma.
Selanjutnya: Reza Rahadian Harap Film Pangku Jadi Surat Cinta ke Perempuan yang Sedang Berjuang
Menarik Dibaca: Reza Rahadian Harap Film Pangku Jadi Surat Cinta ke Perempuan yang Sedang Berjuang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













