Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat mengatakan, ditunjuknya sejumlah tokoh politik ke dalam organisasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menjadi sorotan.
Pasalnya, ada berbagai pertanyaan mengenai independensi dan profesionalisme para petinggi lembaga ini, serta kekuasaan besar yang diberikan kepada Danantara tanpa mekanisme check and balances yang memadai.
"Susunan kepemimpinan Danantara menimbulkan banyak tanda tanya, terutama terkait independensi dan profesionalisme mereka," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (24/2).
Achmad menjelaskan, dengan pengangkatan tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang kuat dalam politik dan bisnis, ada kekhawatiran bahwa Danantara akan lebih melayani kepentingan elite tertentu daripada menjalankan mandatnya sebagai pengelola investasi nasional yang transparan dan akuntabel.
Baca Juga: Daftar 7 BUMN Raksasa yang Asetnya akan Dikelola Danantara
Menurutnya, kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, banyak dari petinggi yang dipilih memiliki hubungan erat dengan lingkaran kekuasaan.
"Hal ini bisa mengarah pada konflik kepentingan, terutama ketika keputusan investasi harus dibuat berdasarkan analisis bisnis murni, bukan pertimbangan politis," jelasnya.
Achmad mengungkapkan, dalam konteks pengelolaan investasi negara, independensi adalah faktor kunci dalam memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar demi kepentingan publik, bukan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Dia bilang, Danantara dibentuk sebagai lembaga yang berada langsung di bawah Presiden. Ini menandakan adanya kekuasaan kelembagaan yang sangat besar dengan pengawasan yang minim.
Dalam aturan kelembagaan yang ada, kata Achmad, Danantara tidak tunduk pada mekanisme akuntabilitas yang sama seperti BUMN pada umumnya.
Baca Juga: Tak Kebal Hukum, Danantara Bisa Diaudit BPK dan KPK
Bahkan, dalam Undang-Undang yang mengatur badan ini, disebutkan bahwa kerugian yang dialami Danantara tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.
"Implikasi dari aturan ini cukup serius. Tanpa sistem check and balances yang memadai, ada kemungkinan besar penyalahgunaan wewenang. Ini juga membuka peluang bagi Danantara untuk dijadikan alat kepentingan politik atau ekonomi tertentu tanpa adanya konsekuensi hukum yang jelas," tandasnya.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk Danantara. Badan ini disebut akan mengelola aset BUMN senilai US$ 900 miliar atau di atas Rp 14.000 triliun.
Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani ditunjuk sebagai CEO (Chief Executive Officer), Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria sebagai COO (Chief Operating Officer), dan Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk Pandu Sjahrir sebagai CIO (Chief Investment Officer).
Selain itu, dilansir dari Kompas.com, Prabowo juga menunjuk para mantan Presiden sebagai pengawas Danantara untuk turut memastikan bahwa badan ini mampu berjalan seperti yang diharapkan.
"Nanti mantan-mantan Presiden itu akan diajak untuk menjadi penasihat, agar lembaga ini betul-betul dikawal, dijaga oleh figur-figur yang penuh integritas dan memang cinta Indonesia," kata Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2).
Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ketujuh Joko Widodo pun ikut hadir dalam peresmian Danantara.
Sementara itu, Pemerintah juga menunjuk Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara dan Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas.
Selanjutnya: Promo KFC Super Berkah 24 Februari-6 April, Ada 2 Paket Hemat Mulai Rp 49.000-an
Menarik Dibaca: Promo KFC Super Berkah 24 Februari-6 April, Ada 2 Paket Hemat Mulai Rp 49.000-an
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News