Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil asosiasi pengusaha ritel untuk mendalami dugaan kartel naiknya harga minyak goreng.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan, hingga saat ini 11 produsen minyak goreng telah memenuhi panggilan KPPU. Lalu, 4 produsen minyak goreng meminta penjadwalan ulang terkait pemanggilan tersebut.
“Minggu depan, menghadirkan beberapa ritel dan asosiasinya,” ucap Deswin saat dihubungi Kontan, Minggu (20/2).
Deswin menerangkan, dalam proses pemanggilan ini, fokus awal akan diberikan pada pendalaman berbagai bentuk perilaku yang berpotensi melanggar pasal-pasal tertentu di undang-undang. Yakni UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Baca Juga: Pemerintah Berupaya Selesaikan Persoalan Minyak Goreng dari Hulu Hingga Hilir
Misalnya terkait berbagai fakta kelangkaan, potensi penimbunan atau sinyal-sinyal harga atau perilaku di pasar akan menjadi bagian dari pendalaman. Serta turut mengidentifikasi potensi terlapor dalam permasalahan tersebut.
“Masih meminta keterangan para pihak, guna pengumpulan minimal satu alat bukti,” terang Deswin.
Sebelumnya, dari hasil penelitian, KPPU melihat bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menegaskan, bahwa ritel modern para anggota Aprindo tidak menimbun minyak goreng baik di gudang maupun di gerai.
Baca Juga: Dituding Timbun Minyak Goreng 1,1 Juta Kg, Ini Klarifikasi Salim Ivomas (SIMP)
"Prinsip dasar operasional kami adalah produk yang dikirimkan dari produsen dan distributor ke gudang peritel, maka akan langsung kami distribusikan ke gerai-gerai dan langsung dijual kepada Konsumen. Bukan hanya minyak goreng, tapi semua dan berbagai produk yang ada di gerai juga seperti itu." jelas Roy.
Lebih lanjut Roy menerangkan, tidak ada urgensi atau kepentingan mengapa ritel modern harus menahan stok minyak goreng di gudang. Selain gudang peritel sangat terbatas, karena berisikan berbagai macam barang, model bisnis ritel modern adalah pengecer (retailer) yang langsung menjual produk ke end user atau konsumen akhir. Sehingga tidak akan mungkin menjual barang-barangnya kepada agen atau pihak lain lagi.
Roy menyayangkan adanya sangkaan bahwa ritel modern menghambat penyaluran minyak goreng kepada masyarakat, di saat Aprindo mendukung sepenuhnya dan membantu pemerintah untuk mendistribusikan minyak goreng secara merata, terjangkau dan fair, kepada masyarakat.
Menurut Roy, kelangkaan minyak goreng adalah karena pasokan minyak goreng dari produsen dan distributor yang memang belum optimal. Serta animo masyarakat untuk membeli minyak goreng lebih besar karena harga yang terjangkau, sesuai program pemerintah untuk menstabilkan harga hingga harga dan pasokan minyak goreng kembali normal.
Baca Juga: Kepolisian Desak Produsen Distribusikan 1,1 Juta Kg Minyak Goreng yang Ditimbun
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan upaya penyelesaian secara holistik melalui Permendag No 6/2022. Dari sisi hulu, pemerintah memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic price Obligation (DPO).
Implementasi kebijakan Kemendag tersebut, menurut Moeldoko, sudah berdampak pada ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng di pasaran, meski masih belum sesuai yang diharapkan.
Moeldoko mengatakan, hasil monitoring tim Kantor Staf Presiden menunjukkan bahwa harga minyak goreng terus turun meski rata-rata masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Minyak goreng dengan HET saat ini juga tersedia di pasar modern dan tradisional.
“Adanya kelangkaan di beberapa lokasi akan terus diatasi. Kemendag dan produsen sampai saat ini terus berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah itu,” terang Moeldoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News