Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Core Tax Administration System (CTAS) dipandang akan menjadi alat yang efektif dalam mendeteksi transaksi di sektor ekonomi bawah tanah atau underground economy (UGE).
Menurut Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono, langkah pemerintah dalam menerapkan CTAS sudah tepat untuk mengarahkan seluruh transaksi ke dalam ekonomi resmi.
Baca Juga: Segini Potensi Pajak dari Kegiatan Bawah Tanah
CTAS telah mengadopsi teknologi informasi terkini, termasuk enam jenis kecerdasan buatan (AI) yang berbeda. Bank Indonesia (BI) juga telah mendorong penggunaan transaksi non-tunai di sektor ekonomi informal.
“Dengan dukungan pemerintah dalam menggalakkan transaksi non-tunai, CTAS akan semakin kuat dalam mendeteksi transaksi UGE (di luar ekonomi ilegal). Untuk UGE jenis ekonomi ilegal, domain utamanya ada pada aparat penegak hukum, karena hukum pidana lebih diutamakan daripada hukum administrasi pajak sesuai asas premium remedium,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (14/11).
Prianto menjelaskan bahwa penting untuk menyepakati cakupan dan definisi UGE sebelum melangkah lebih jauh.
Istilah lain dari UGE adalah unofficial economy, black economy, atau shadow economy, yang mengacu pada kegiatan ekonomi baik legal maupun ilegal yang tidak tercatat dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Tugas Baru Wamenkeu Anggito Abimanyu: Kejar Potensi Pajak dari Aktivitas Ilegal
"Sebagai contoh, dalam kegiatan ekspor, ekspor legal dapat meningkatkan PDB, sedangkan ekspor ilegal tidak akan menambah PDB," jelasnya.
Prianto menambahkan bahwa para ahli memiliki pandangan berbeda dalam mengategorikan UGE. Beberapa membaginya menjadi empat kategori: illegal economy, unreported economy, unrecorded economy, dan informal economy.
Untuk UGE jenis ekonomi ilegal, otoritas pajak biasanya tidak menangani langsung karena pelanggaran hukum akan ditindak oleh aparat penegak hukum, yang juga akan menyita barang bukti, termasuk hasil transaksi.
Sementara itu, untuk jenis UGE lainnya, otoritas pajak melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi.
Namun, jika pelaku UGE sebagai wajib pajak tidak setuju dengan ketetapan pajak, mereka memiliki hak untuk menempuh jalur hukum hingga pengadilan pajak.
Baca Juga: Berapa Potensi Pajak dari Underground Economy?
Jika otoritas pajak mengenakan sanksi pidana atas pelaku UGE selain ekonomi ilegal, pelaku juga dapat menempuh upaya hukum mulai dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung (MA).
Adapun mengenai potensi pajak dari UGE, Prianto menyebutkan bahwa besarnya sulit untuk dipastikan karena transaksi tersebut tidak tercatat secara memadai.
Para ahli menggunakan pendekatan moneter yang berbeda untuk mengestimasi potensi pajaknya.
“Secara logika, rata-rata pelaku UGE menggunakan transaksi tunai. Maka, jumlah uang kartal di masyarakat harus diperkirakan terlebih dahulu, lalu dilakukan analisis statistik. Karena asumsi yang digunakan berbeda-beda, hasilnya juga akan bervariasi,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News