Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Belitung. Neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Juli 2018 defisit sebesar US$ 3,09 miliar, sangat timpang dibandingkan periode sama tahun 2017 yang surplus US$ 7,39 miliar. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meyakini ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya bisa jadi pengobat defisit neraca dagang, jika semua pihak mendukungnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, klaim CPO merupakan penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Setiap tahun, ekspor sawit mampu menyumbang devisa sekitar Rp 300 triliun. "Masalahnya, sawit selalu mendapat banyak tekanan di pasar ekspor dan kami dibiarkan berjuang sendiri," jelas Joko saat membuka Lokakarya Wartawan Ekonomi & Pertanian, Kamis (23/8).
Tahun ini misalnya, tekanan datang dari India yang menaikkan tarif bea masuk CPO hingga menjadi 44%. Selain itu juga ada kampanye hitam atas produk CPO di Eropa.
Hasilnya, GAPKI ekspor CPO dan turunannya pada Januari-Juni 2018 hanya 15,30 juta ton, turun 2% dari periode sama tahun 2017 yang mencapai 15,62 juta ton. Sedangkan, ekspor kelapa sawit di luar oleochemical dan biodiesel, turun 6% menjadi 14,16 juta.
Joko menegaskan, semua pihak harus menyadari kondisi ekonomi sekarang. Pemerintah, akademisi, masyarakat dan pihak lain seharusnya mendukung pengembangan pasar ekspor CPO agar penjualan meningkat sehingga mampu mengatasi defisit neraca dagang.
"Pemerintah jangan membuat kebijakan yang kontraproduktif bagi industri sawit. Masyarakat jangan ikut terprovokrasi dengan kampanye hitam sawit," jelas Joko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News