kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

COP26 momentum Indonesia jadi negara destinasi Green Investment


Senin, 01 November 2021 / 06:36 WIB
COP26 momentum Indonesia jadi negara destinasi Green Investment
ILUSTRASI. Pemulung mengumpulkan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (14/10/2021).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

Terlebih, Long Term Finance (LTF) merupakan janji negara-negara maju yang tertuang dalam Paris Agreement.

Masyita mengatakan bahwa LTF ini merupakan agenda prioritas terkait pembiayaan iklim di COP26 dari berbagai negara.

“Indonesia memandang COP26 harus menetapkan timeline, indikator, sistem monitoring, bentuk pembiayaan, dan milestone yang jelas untuk memobilisasi pembiayaan global untuk mendukung tercapainya tujuan iklim yang lebih ambisius namun just and affordable,” ucapnya.

Dalam menghindari perubahan iklim, Masyita menegaskan Indonesia telah melakukan berbagai upaya, di antaranya menginisiasi sistem penganggaran perubahan iklim atau Climate Budget Tagging dalam APBN.

Selama 2016-2019, rata-rata realisasi belanja untuk perubahan iklim sebesar Rp 86,7 triliun per tahun. Selama 5 tahun terakhir, rata-rata alokasi anggaran perubahan iklim di APBN mencapai 4,1% per tahun.

Baca Juga: Inggris akan menyumbang lebih banyak dosis vaksin Covid-19 ke negara berkembang

Tidak hanya itu, Indonesia juga telah menggunakan instrumen carbon pricing yang terdiri dari carbon tax dan carbon trading dalam pengendalian perubahan iklim yang salah satunya melahirkan pajak karbon melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Pajak karbon dan pasar karbon yang akan dibentuk menjadi satu ekosistem yang dapat mendukung pendanaan perubahan iklim di Indonesia, dengan sistem cap and tax dan cap and trade,” ucap Masyita.

Menurut Masyita, saat ini Indonesia tengah merancang Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon yang salah satunya mengatur mekanisme perdagangan karbon.

Perpres tersebut akan melengkapi sederetan kebijakan yang digunakan untuk pengendalian perubahan iklim sekaligus sebagai sumber pendanaan.

Contoh negara lain yang juga akan memulai kebijakan perdagangan karbon adalah Singapura. Singapura berencana meluncurkan suatu bursa perdagangan karbon pada akhir 2021.

“Penerapan cap-and-tax dan cap-and-trade yang menjadi satu ekosistem pendanaan perubahan iklim akan menjadi enabling environment bagi pengembangan pendanaan untuk mencapai target NDC Indonesia. Voluntary market untuk pasar karbon sudah terjadi dan saat ini sedang dilakukan pilot project di BUMN kita seperti PLN dan sedang dibangun pasar karbon antar BUMN yang surplus dan defisit carbon credit. Diharapkan langkah awal ini dapat menjadi bibit untuk pengembangan pasar karbon secara menyeluruh” tutup Masyita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×