Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung pada 17 April 2019 mendatang termasuk berbeda dengan masa waktu kampanye selama enam bulan. Kondisi ini dinilai kurang baik bagi kelangsungan industri, karena waktu wait and see para pelaku usaha menjadi lama. Meski harus diakui, pemilu tidak berdampak negatif bagi pergerakan bursa saham dan ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, masa kampanye yang lama ini akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap iklim usaha dan investasi bila dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Menurutnya, investor akan wait and see lebih lama.
"Ketika berbicara tentang iklim usaha dan investasi, wait and seenya terasa lebih lama. Ini berbeda dari sebelumnya karena ini kampanye terlama dalam sejarah pemilu kita. Jadi, wait and seenya enam bulan," ujar Yunarto, Kamis (17/1). Seperti diketahui, masa kampanye pemilu kali ini berlangsung sejak 23 September 2018 ini hingga 13 April 2019.
Ia melanjutkan, adanya pemilu serentak memang membuat banyak pihak seperti peneliti politik masih menduga-duga seperti apa pola dan efek yang akan ditimbulkan ke depan. Meski, Yunarto menganggap karena pemilu serentak, waktu kampanye menjadi sama, sehingga wait and see tak perlu terjadi selama dua kali seperti pemilu di 2014.
Yunarto pun menilai, meski pemilu akan dilaksanakan tahun ini, pasar modal masih stabil. Melihat pengalaman saat pemilu 2004, 2009 hingga 2014, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selalu menunjukkan hal yang positif. Saat ini saja, IHSG sudah berada di level sekitar 6.400.
Lebih lanjut Yunarto menambahkan, ketakutan pelaku usaha saat pemilu hanyalah bisa terjadi konflik atau kerusuhan. Sementara, Yunarto menilai tidak akan ada hal ekstrim yang terjadi di pemilu saat ini yang akan berdampak negatif pada iklim usaha.
Tak timbulkan dampak negatif, Yunarto justru berpendapat bertemunya Joko Widodo dengan Prabowo, dimana mereka pun telah bersaing di pemilu sebelumnya akan menimbulkan dampak positif terhadap pasar.
Pasalnya, pertemuan kedua calon presiden ini akan menujukkan perdebatan yang lebih berkualitas dari sisi ekonomi.
Menurut Yunarto, tema yang ditampilkan dalam pemilu tahun ini sangat berbeda. Dalam pemilihan presiden sebelumnya, masing-masing capres baru, sehingga yang diperdebatkan lebih ke personal branding, bukan kebijakan yang akan diterapkan.
"2019 temanya menguji dan mengevaluasi incumbent. Kalau bagus terrpilih lagi kalau tidak ya tidak terpilih. Sehingga suka atau tidak, walaupun ada serangan yang sifatnya negatif, seperti black campaign yang sifanya hoax, tetapi masih masuk ke perdebatan kebijakan, terutama kebijakan ekonomi," terang Yunarto.
Dengan masa kampanye yang panjang ini, dengan memperdebatkan dan mengevaluasi kebijakan yang sudah ada, Yunarto menilai masyarakat khususnya pelaku usaha akan mendapatkan informasi yang lebih berkualitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News