kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.282.000   -45.000   -1,93%
  • USD/IDR 16.631   -4,00   -0,02%
  • IDX 8.089   -28,35   -0,35%
  • KOMPAS100 1.125   -3,67   -0,33%
  • LQ45 823   -1,05   -0,13%
  • ISSI 283   -0,59   -0,21%
  • IDX30 434   0,19   0,04%
  • IDXHIDIV20 499   -1,90   -0,38%
  • IDX80 127   0,29   0,23%
  • IDXV30 137   0,72   0,52%
  • IDXQ30 139   0,02   0,01%

CELIOS Kritik Skema Pinjaman Pemerintah Pusat ke Daerah: Ini Jebakan Utang!


Selasa, 28 Oktober 2025 / 11:24 WIB
CELIOS Kritik Skema Pinjaman Pemerintah Pusat ke Daerah: Ini Jebakan Utang!
ILUSTRASI. Pemerintah membuka peluang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kebijakan baru pemerintah yang membuka peluang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat menuai kritik tajam dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS). 

Lembaga riset ini menilai, skema tersebut kontradiktif dengan upaya efisiensi anggaran serta berpotensi menjerat Pemda dalam utang jangka panjang.

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2025 tersebut tidak konsisten dengan langkah pemerintah yang sebelumnya memangkas Transfer ke Daerah (TKD) hingga 24,7% untuk tahun 2026.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia 2025: Optimisme Pemerintah Capai Target 5,2%

"Pemda dipotong anggaran transfer dari pusat 24,7% tahun 2026, padahal sebanyak 41,3% Pemda di seluruh Indonesia berstatus fiskal rentan. Kemudian ketika pemda sedang tertekan, pemerintah pusat justru beri fasilitas pinjaman. Jelas Pemda hampir sulit mengembalikan dana nya. Ini jebakan utang," ujar Bhima dalam keterangannya, Selasa (28/10/2025).

Dampak lain dari kebijakan ini, menurut Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi, adalah semakin sempitnya ruang fiskal Pemda untuk pelayanan publik. 

Pembayaran cicilan pinjaman dari APBD dapat mengurangi porsi anggaran untuk sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.

"Untuk menutup kekurangan, Pemda kemungkinan menaikkan pajak dan retribusi daerah, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, atau pajak konsumsi. Beban kenaikan pajak ini justru harus ditanggung kelas menengah, yang saat ini sudah sulit secara ekonomi," kata Media.

Media menambahkan bahwa kebijakan ini mencederai semangat otonomi daerah dalam UU no 23 Tahun 2014 terkait Pemerintah Daerah dan kemandirian fiskal daerah dalam UU No. 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Menurutnya, daerah kehilangan posisinya sebagai entitas otonom yang menentukan arah pembangunan berdasarkan kebutuhan lokal, dan harus memohon pinjaman kepada pusat.

"Kebijakan ini juga menunjukkan menguatnya gejala resentralisasi fiskal, kekuasaan fiskal kembali terpusat di tangan presiden, sehingga reformasi kita berjalan mundur," katanya.

Baca Juga: Dukung Ekonomi Nasional, BSN Mendorong Tata Kelola Sertifikasi Produk yang Baik

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengatakan bahwa dari sisi politik anggaran, penganggaran program melalui utang akan membuat pengelolaan anggaran daerah ke tahun anggaran berikutnya menjadi tidak terukur. 

"Bahwa ada syarat pemotongan anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) tahun berikutnya membuat Pemda ke depan mempunyai beban berat dari Pemda saat ini. Kejadian ini akan berulang sehingga sistem penganggaran tidak akan sustain.” tambah Huda.

Selanjutnya: Cek Besaran Suku Bunga Deposito Digital Bank Saqu, Mulai Menabung dari Rp 1 Juta

Menarik Dibaca: Promo Alfamidi Ngartis 16-30 Oktober 2025, Beli 1 Gratis 1 Gentle Gen-Redoxon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×