Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta tenaga kesehatan (nakes) diseluruh fasilitas kesehatan (faskes) untuk tidak meresepkan obat dalam bentuk cair atau sirup kepada pasien anak khususnya balita. Ini untuk mencegah gangguan ginjal pada anak.
Hal ini merujuk pada upaya Kemenkes saat ini yang tengah melakukan penelitian terhadap penyebab pasti dari faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal.
"Untuk meningkatkan kewaspadaan dalam rangka pencegahan, Kementerian Kesehatan sudah meminta kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara ini tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat-obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," tegas Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril dalam konferensi pers kemenkes, Rabu (19/10).
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas, atau obat bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat.
Larangan tersebut diminta dilakukan sampai hasil penelusuran dan penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tuntas.
Baca Juga: Menkes Larang Obat Sirup, Ikatan Dokter Anak (IDAI) Minta Nakes Tidak Meresepkan
Kementerian Kesehatan juga mengimbau, kepada seluruh masyarakat dalam melakukan pengobatan anak sementara ini, tidak menggunakan obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
"Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk serpihan lain seperti tablet, kapsul, atau supositoria atau lainnya," ujarnya.
Syahril menegaskan larangan penggunaan obat diterapkan untuk semua obat sirup atau cair selama penelitian dilakukan. Hal tersebut lantaran komponen dalam pembuatan sirup yang diduga memicu adanya gangguan ginjal akut tersebut. Namun obat selain cair dan sirup masih dapat digunakan untuk pengobatan pada anak.
"Ini diduga bukan kandungan obat saja tapi suatu komponen lain yang menyebabkan itu bisa terjadi intoksikasi," imbuhnya.
Ia menjelaskan, jika melihat hasil penelitian di Afrika Tengah tepatnya Gambia, gangguan ginjal akut dikaitkan dengan senyawa yang ada di empat macam obat batuk dan pilek. BPOM sebelumnya menyebut adanya kandungan dietilen glikol maupun etilen glikol.
Syahril mengatakan, untuk penyebab gangguan ginjal akut di Indonesia sendiri saat ini masih sedang dalam penelitian. Minggu depan ditargetkan hasil penelitian sudah dapat disampaikan ke publik.
"Dugaan yang sudah kita sebutkan tadi, apakah senyawa campuran obat, bukan obatnya, senyawa campuran obat yang menyebabkan seperti halnya di Gambia atau ada penyebab lain. Memang ada banyak hal yang menyebabkan gangguan ginjal akut," jelasnya.
Sebagai, upaya awal menurunkan fatalitas gangguan ginjal akut, Kemenkes melalui Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah membeli antidotum atau penawar yang didatangkan langsung dari luar negeri.
"Untuk diberikan kepada pasien-pasien yang saat ini masih dirawat bukan hanya dari RSCM tapi juga yang masih dirawat dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia," paparnya.
Kemudian, Kemenkes juga sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis pada anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Serta surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi atau surveilans dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut, yang ditunjukkan kepada seluruh Dinas Kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan organisasi profesi kesehatan.
"Jadi diharapkan dari IDI, IDAI, Ikatan Bidan Indonesia, Puskesmas, rumah sakit termasuk Dinas Kesehatan itu agar melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi, untuk memberikan pelaporan secara langsung kepada Kementerian Kesehatan, untuk dilakukan pendataan secara nasional sekaligus untuk melakukan langkah-langkah berikutnya," paparnya.
Syahril mengatakan, per 18 Oktober 2022 ada 206 kasus laporan gangguan ginjal akut progresif atipikal di 20 provinsi. Jumlah tersebut merupakan laporan temuan sepanjang 2022.
Sejak Januari hingga Agustus pertengahan, Syahril mengatakan, kasus gangguan ginjal hanya satu hingga dua kasus. Namun pada akhir Agustus melonjak hingga saat ini.
Baca Juga: Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal Capai 206 Kasus di 20 Provinsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News