Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali mengumumkan peningkatan jumlah cadangan devisa (cadev) yang dimiliki pemerintah. Hingga tanggal 28 Februari 2014, jumlah cadev pemerintah mencapai US$ 102,741, naik tipis dari bulan sebelumnya yang hanya US$ 100,651.
Disisi lain, nilai tukar rupiah terus semakin kuat. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) nilai tukar rupiah per tanggal 7 Maret 2014 mencapai Rp 11.395 per dollar AS. Penguatan rupiah memang tengah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Bahkan sepekan yang lalu, atau tanggal 28 Februari saja dat JISDOR menunjukan rupiah masih berada di level US$ 11.634 per Dollar AS. Penguatan ini diperkirakan akan terus berlanjut, apalagi didukung oleh perkembangan cadev terakhir.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, cadangan devisa memang memberikan kepercayaan terhadap pasar akan rupiah. Namun jika dilihat tingkat penguatannya, rupiah sudah berada pada nilai fundamentalnya.
David beralasan, meski ada data-data yang menunjukkan perbaikan, sebetulnya kondisi makro ekonomi Indonesia masih belum stabil benar. Itu terlihat dari neraca transaksi berjalan yang masih defisit. Kalaupun dalam beberapa kuartal mengalami perbaikan, bukan berarti masalah utama yang dihadapi bisa teratasi.
"Membaiknya defisit neraca transaksi berjalan, hanya didukung oleh berkurangnya impor," ujar David, Jumat (7/3) kepada KONTAN.
Sedangkan pada sisi ekspor tidak mengalami kenaikan yang berarti. Oleh karenanya, Ia meramal penguatan rupiah ini sudah di atas nilai yang sebetulnya, sehingga berpotensi untuk terjun ketika menyentuh level tertentu. Ia sendiri meramal rupiah masih bergerak di atas 11.000 per dollar AS hingga akhir kuartal pertama.
Sedangkan ekonom Bank Internasional Indonesia Juniman menilai, kenaikan cadev yang diumumkan BI sudah diperhitungkn pasar alias price in. Justru Ia melihat penguatan rupiah lebih didukung oleh pelemahan mata uang dollar AS terhadap hampir seluruh mata uang.
Itupun akan sangat dipengaruhi oleh data-data ekonomi AS yang akan dirilis. "Diperkirakan beberapa data ekonomi AS seperti pengangguran akan membaik, dollar AS akan kembali melemah dan menekan rupiah," jelasnya.
Selain karena penguatan dollar AS, rupiah berpotensi berbalik arah karena adanya potensi pembayaran utang maupun dividen. Itu akan membuat permintan dollar meningkat. Ia memperkirakan, rupiah akan bergerak di level Rp 11.400-Rp 11.500 per dollar AS hingga akhir kuartal pertama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News