CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Butuh reformasi kebijakan untuk tumbuh 7%


Jumat, 10 Oktober 2014 / 11:41 WIB
Butuh reformasi kebijakan untuk tumbuh 7%
ILUSTRASI. 6 Cara Memilih Bedak untuk Kulit Sensitif Biar Tidak Iritasi.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan

Pasca era reformasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai puncaknya pada 2011, yakni mencapai 6,5%. Meskipun banyak pihak yang meyakini, pertumbuhan ekonomi bisa melaju lebih tinggi, nyatanya sejak tahun 2011 hingga sekarang, angka pertumbuhan malah melambat. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan hanya akan mencapai 5,3%, meleset dari target pemerintah 5,5%.

Meski demikian, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Jokowi-JK malah menargetkan pertumbuhan ekonomi 7% per tahun.

Berkaca dengan perlambatan ekonomi global serta ancaman keluarnya dana asing secara besar-besaran (sudden reversal) akibat kebijakan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, para ekonom meyakini janji Jokowi-JK sulit terwujud.

Tahun depan, pemerintah hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,8%. Sedangkan konsesus para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 5,5%-5,6%.

Bagi, Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Raden Pardede, bukan tidak mungkin bagi Jokowi-JK merealisasikan janjinya.

Alasannya, tanpa banyak perubahan kebijakan dari pemerintah saja, selama ini pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 5%. "Jika Jokowi-JK mampu mereformasi kebijakan, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 10%," kata Raden, Kamis (9/10).

Peluang mencapai pertumbuhan 10% sangat terbuka bila Indonesia memanfaatkan tenaga kerja usia muda untuk bekerja pada sektor formal berbasis manufaktur. Berkembangnya sektor manufaktur akan meningkatkan ekspor nasional.

Raden menghitung, berkembangnya industri manufaktur akan meningkatkan ekspor barang jadi dari total US$ 65 miliar pada tahun 2013 menjadi US$ 110 miliar. Bagi Raden, perhitungan ini bukan asal teori.

Pasalnya, selama empat tahun terakhir ekspor China bertambah sebesar US$ 150 miliar per tahun. Ekspor padat karya dari Tiongkok telah bertambah lebih dari US$ 70 miliar per tahun, dan perdagangan dunia untuk barang jadi meningkat sebesar US$ 250 miliar per tahun. "Sekarang China mau meninggalkan ekspor dari industri padat karya, ini harus kita ambil, apakah 10% atau 20%-nya sudah bagus," terang Raden.

Strategi padat karya berbasis manufaktur adalah strategi yang cukup mumpuni untuk meningkatkan pendapatan 40% penduduk miskin tanah air. Namun, pengusaha yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT) menegaskan, kunci Indonesia ingin tumbuh tinggi adalah menang dalam persaingan. Biaya logistik Indonesia jauh lebih mahal dibanding negara lain.

Selain itu, kualitas tenaga kerja Indonesia belum mumpuni. Saat ini hampir 50% tenaga kerja Indonesia hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan bahkan ada yang tidak tamat SD.

Bersamaan itu, kepastian hukum di Indonesia juga masih menjadi tanda tanya bagi investor. Oleh karena itu, pemerintah baru nanti harus menyelesaikan satu demi satu persoalan yang melilit perekonomian Indonesia. Ini membutuhkan kemauan tinggi dari para pembantu presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×