kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buruh gugat aturan pengawasan buruh


Jumat, 10 Mei 2013 / 07:25 WIB
Buruh gugat aturan pengawasan buruh
ILUSTRASI. Sejumlah warga menaiki perahu saat melintasi jalan raya yang terendam banjir di Sintang, Kalimantan Barat, Rabu (10/11/2021). ANTARA FOTO/Jane Elisabeth Wuysang/jhw/nz


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Serikat pekerja mendesak pemerintah mengoreksi sistem pengawasan tenaga kerja yang dijalankan selama ini. Desakan ini setelah terkuaknya kasus dugaan praktik perbudakan di Tangerang pekan lalu.

Pekerja menilai masih adanya praktik perbudakan di zaman modern menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) menyatakan akan segera mendaftarkan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, terhadap Undang Undang No. 3/1951 tentang Pengawasan Perburuhan.

Ketua Umum FISBI M. Komarudin mengatakan, terkuaknya perbudakan di Tangerang diharapkan menjadi momen tepat untuk memperbaiki sistem pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia. "Kami akan daftarkan uji materiil UU No. 3/1951 paling telat akhir Mei ini," katanya kepada KONTAN, Selasa (7/5).

FISBI menilai keberadaan UU Pengawasan Perburuhan sudah tidak sejalan dengan perkembangan zaman. Peraturan yang usang ini menjadi salah satu penyebab fungsi pengawas tenaga kerja di Indonesia menjadi lemah.
Ia menyebut sistem pengawasan ketenagakerjaan yang berlaku saat ini terbukti tak bisa menjamin keamanan dan perlindungan bagi buruh. "Buruh masih diperlakukan semena-mena oleh pengusaha," tandas Komarudin.

Dalam permohonan uji materiil, FISBI meminta MK memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah merevisi UU No. 3/1951. " Kami juga telah menyiapkan draf usulan revisi UU Pengawasan Perburuhan," terang Komarudin.

Beberapa poin usulan revisi sistem pengawasan tenaga kerja. Pertama, pengawas ketenagakerjaan dari pusat diizinkan melakukan pengecekan sampai ke setiap perusahaan. Sebab, pengawas di tingkat daerah banyak yang melindungi pengusaha. Sedangkan pemerintah pusat tak bisa berbuat banyak, karena terbentur oleh aturan otonomi daerah.

Kedua, ada batas waktu setiap tindakan penyelidikan dan penindakan kasus ketenagakerjaan, sehingga penanganan lebih cepat dan pasti.
Ketiga, peran pengawasan ketenagakerjaan yang saat ini ada di kantor dinas tenaga kerja di daerah ditarik lagi ke pemerintah pusat.

Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi  Muji Handaya, mempersilakan buruh melakukan uji materiil UU No. 3/1951. "Ini merupakan UU formil yang mengatur prinsip pengawasan ketenagakerjaan," ujarnya.
Muji menilai aturan yang ada sekarang tidak mengatur apakah pengawasan harus dilakukan pusat atau daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×